Museum dilengkapi
dengan ruang pameran agar masyarakat luas dapat memahami berbagai bentuk serta
perikehidupan binatang. Ruang pameran museum sejak didirikan telah mmanfaatkan
sinar matahari dengan adanya banyak jendela yang besar. Dalam gedung tersebut
terdapat dua ruang pamer, yaitu yang besar seluas 200m2 dan yang
kecil 50m2. Luas ruang pamer yang biasa semula hanya 250m2 sekarang telah berkembang menjadi 1.064m2
termasuk aula ruang ikan paus dn akuarium. Dan demikian pula dikembangkan
tehnik penyajian bahan pameran yang disertai pelayanan pendidikan, perkembangan
trsebut meliputi :
1.
Bahan Peragaan
Dalam sistem lemari
kaca peragaan, koleksi binatang yanf sudh diawetkan dipasang sendiri-sendiri di
atas sebatang kayu atau tempat dudukan lainyadan kemudian diberi label nama
jenisnya. Pmanjangnya disusun berjajar kesamping atau keatas dan ditaruh
kedalam sebuah lemari. Lemari-lemari ini ditempatkan merapat dinding dan
ditengah ruangan. Cara yang disajikan seperti ini berlangsung sejak Museum
didirikan smpai tahun 1920, kemudian berkembang dengan mengelompokan beberapa
jenis yang sekerabat.
5
2. Penyajian
Bahan Peragaan
Penyajian bahan peragaan daam lemari
atau vitrin yang dibuat dari kayu jati yang satu sisi dinding kaca. Pengunjung
dapat melihat isi vitrin berupa diorama yang menggambarkan binatang dengan
habitat aslinya. Lampu-lampu TL(fluorescent) di dalam vitrin dipasang
tersembunyi sehingga tidak mengganggu pengliatan pengunjung. Beberapa bagian
gedung pameran dirombak, termasuk pembongkaran jendela-jendela kaca besar. Pada
tahun 1970, semua jendela tersebut dihilangkan dan ditembok. Untuk mngatur
ventilasi ruangan dipasang kipas angin listrik dinding dan langit-langit.
Dengan dihilangkan jendela kaca tersebut maka sumber cahaya memakai sinar
listrik lebih mudah diatur, sehingga efeknya lebih baik. Dengan demikian
perhatian pengunjung diharapkan dapat lebih terkonsentrasi pada objek peragaan.
Objek peragaan disusun menurut berbagai
bentuk kelompok, diantaranya:
a. Kelompok
Habitat Penuh (full-fledged habitat
group).
Dioroma
terbesar yang kini masih dapat disaksikan adalah “Ujung Kulon” yang memamerkan
sepasang banteng, monyet, babi hutan, biawak. Kelompok habitat yang dapat juga
dilihat adalah burng-burung sawah, burug-burung di Cagar Alam Pulau Dua.
b. Kelompok
Habitat Tidak Penuh (semi habitat group).
Dapat dilihat ada
vitrin “Ulung-ulung”.
c. Kelompok
Habitat Semu (pseudo habitat group).
Berisi
beberapa jenis dalam suatu marga atau suku dalam suatu habitat ditemukan pada
vitrin Jenis-jenis Kera, Jenis-jenis Kakak Tua, dan lainnya.
6
d. Kelompok
Menurut Takson (taxonomic group).
Seperti pada Insecta dan Moluska yang
menonjolkan keistemewaan dan keaneka bentuk dan warna dalam suatu takson.
e. Kelompok
Fungsional (functional group).
Seperti kerangka binatang yang
menjelaskan fungsi dan bentuk orga serta evolusi dan adaptasi binatang.
3. Perolehan
Koleksi Peraga Khusus.
a. Paus
Biru (Balaenoptera Musculus).
Paus Biru sepanjang 26m yang terdampar
di pantai Pameungpeuk, Garut telah berhasil dibawa kerangkanya ke museum,
kerangka yang berbau busuk ini dibawa dengan berat 6.390 kg dengan kereta api
Bogor. Untuk membersihkan dan menyusun kembali kerangka, dibutuhkan waktu
kurang lebih satu tahun.
7
b. Badak
Jawa (Rhinoceros Sondaicus)
Badak jantan yang beratnya 2.280 kg ini
diperoleh pada tahun 1934 dari daerah Karangnunggal, Tasikmalaya. Badak yang
tinggal seekor di area luar Suaka Ujungkulon ini sering terlihat di tepi hutan,
karena khawatir diburu oleh pihak yang tak bertanggung jawab maka diputuskan
diburu 4 hari untuk kepentingan museum.
4. Tehnik
Pemajangan.
Tehnik pemajangan sempat dikembangkan
oleh Museum diantaranya Dermoplastik, Pembuatan replika spesimen botani,
Pembuatan cetakan dan replika, Pemanfaatan serat gelas (fibreglass) dan karet
silikon (silicon rubbr).
0 komentar:
Posting Komentar