A.
Pengantar
Idiogenesis dan proses abstraksi pada hakikat nya
adalah proses pembahasan realitas . dalam kenyataan di rasakan jelas ada nya
kaitan yang erat antar bahasa dan pemikir . pikiran berfungsi
melalui bahasa dan di dalam bahasa . bahkan dalam banyak kejadian, dapat di
hayati kebenaran ungkapan : ada(sein)
yang dapat di pahami adalah bahasa (Gadamer) . Hanya dengan di bahasakan atau
terbahasakan sesuatu dapat di tangkap
dan di mengerti . bahasa adalah keterbukaan manusia terhadap realita . bahasa
dan pemikiran adalah tempat terjadi nya peristiwa (Geschehen) realitas.
B.
Instrumentalisme
dan determinisme
Secara garis besar terdapat dua paham tentang bahasa
, yakni instru-mentalisme . Instrumentalisme memandang bahasa sebagai sesuatu
alat untuk menggungkap kan persepsi,
pikiran, dan rasa perasaan (Emosi) , Sedangkan paham determinisme
berpendapat bahwa manusia hanya dapat
mempersepsi ,pikiran, dan merasakan karena ada nya bahasa.
Dengan perkataan lain,menurut paham
instrumentalisme bahasa adalh suatu alat , sedangkan bagi paham determinisme
bahasa adalah syarat untuk mempersepsi , berpikir , dan merasakan . paham
instrumentalasi lebih lebih sangat kuat menguasai pengalaman sehari hari dalam
pemakaian bahasa , tetapi terasa pula dalam (kebanyakan) praktek pemikiran
ilmiah .
Perbedaan yang diajukan Ferdinand de
Saussure (1857-1913) tentang PAROL E (kegiatan bicara manusia individual) dan
LANGUE (bahasa sebagai system) hamper sama sekali tidak di kenal . kata kata di
alami sebagai alat ekspresi .
Persepsi, pikiran, dan emosi,
menurut paham instrumentalisme , adalah lebih dulu (a priori) dari bahasa ; di
tuturkan maka persepsi, pikiran, dan emosi di komunikasikan ke pada orang lain.
dalam berbagai generasi yang terdahulu, bahasa
melalui proses belajar memuat arti arti yang mengendap , memuat motif motif dan
norma , kategori kategori dan interpretasi interpretasi , hampir tidak lagi di
sadari dalam prektek berbahasa sehari hari .
De Fakto paham strukturalisme di
bidang bahasa juga menganut paham intrusmentalisme tentang bahasa .
strukturalisme linguistic tidak melihat bahwa bahasa bersauh di dalam suatu
konteks social budaya dan terlebih sebagai PAROLE , bahasa mempunyai dimensa
dimensi yang tidak akan muncul manakala ia hanya di batasi di dalam batasan
batasan yang di rumuskan strukturalisme , yakni dunia yang serba FIXED , dunia
yang sudah serba tertentu.
Determinisme sebalik nya berdahlil
bahwa bahasa berfungsi sebagai syarat bagi persepsi, kognisi , dan emosi . Dari
sinilah apabila kemudian di katakana bahwa pengalaman perseorangan terhadap
kenyataan merupakan suatu fungsi dari bahasa masyarakat yang bersangkutan
(hipotensis Whorfsapir) . Bahasa di pandang sebagai faktum social. Konsep
bersifat kolektif dan hanya sedikit berubah . konsep konsep dalam paham determinisme
, laksana bertumpuk di dalam bahasa sebagai FAKTUM social kolektif. Maka orang
juga tidak dapat berkata ‘konsepku’ perlakuan yang sangat kuat objektivistis
terhadap bahasa dengan sendiri nya sulit untuk memandang bahasa sebagai suatu
permainan bersama yang bersifat dialektis antara proses ‘dalam’ dan proses ‘luar’ sebagai suatu
situasi komunikasi yang melibat aspek objektif dan aspek aspek yang
teralami .
Pandangan tentang bahasa di atas
(paham insrumentalisme dan deterntangminisme) yang de fakto berperan dalam
banyak kekacauan tentang konsepsi berfikir dan ahir nya juga tentang masalah
kaitan realitas piliran bahasa.
C.
Pikiran,
bahasa, realitas, dan system.
Pikiran dan bahasa , sesungguhnya , merupakan tempat
terjadi nya peristiwa realitas . dengan beiwa rpikir , manusia menyelesaikan
peristiwa tersebut. Berpikir berarti membiarkan realitas sebagai peristiwa
bahasa. Kendati manusia senantiasa sudah berada di dalam situasi interpretasi
tentu (vorhabe, vorgriff, vorsicht) realitaslah yang lebih dulu pada awal
mulanya merupakan sumber dan asal mula pikiran . oleh sebab itu , berpikir
adalah mendengarkan. Tugas pemikir adalah menjaga terjadinya peristiwa realitas
dengan menerima , sedangkan berterima kasih dan bicara adalah mendengarkan .
Tugas pemikir adalah menjaga terjadinya peristiwa realitas dengan penuh
kesayangan. Dalam berpikir manusia bukan penguasa, tetapi pengawal realitas.
Tiada kata final bagi realitas . Realitas tetap senantiasa merupakan suatu
proses kedatangan serta suatu proses pemberian, sedangkan berpikir senantiasa
merupakan suatu proses berterima kasih . proses perjalanan menuju
berpikir. Mengapa begitu ? karena
realitas senantiasa berupa ‘hal yang tak kunjung habis dipikirkan’ dan ‘hal
yang tak kunjung selesai dikatakan ‘. Berpikir bukan pilihan semau maunya pihak
pemikir . pikiran bahkan bukan pertama tama perbuatan kita , tetapi sesuatu
yang menerpa menjumpai kita manakalah realitas mengungkapkan diri pada pikiran
kita.
Jadi, pada dasar nya berpikir adalah
suatu tanggapan . Realitas membutuhkan manusia, tetapi manusia bukan penguasa
realitas, melainkan gembala dan pengawal realitas. Pikiran kita diundang
realitas untuk menjawabnya, dan kita menjawab pengutaraan yang datang pada kita
dari realitas tadi .
Realitas sebagai pembangkit kegiatan
berpikir merupakan bahasa yang sejati . kegiatan berpikir sebagai jawaban
terhadap kata suara realitas mencari ungkapan yang tepat sehingga realitas dapat
manjadi bahasa, dan selanjutnya dapat dikomunikasikan . bahasa adalah jawaban
manusia terhadap panggilan realitas kepadanya .
Dalam berkata yang benar benar ,
realitas di- kata- kan . Dengan berpikir dan berkata , manusia meng-kata-kan realitas , dan baru di dalam
per-kata-an inilah realitas dapat tampil dan tmpak . begitulah pikiran-bahasa
dan realiras senantiasa tidak berjauhan, senantiasa berkumpul. Tiada pikiran
dan bahasa tanpa realitas, tiada realitas tanpa pikiran dan bahasa .
Konsepsi tentang berpikir yang tidak
di batasi oleh dinding dinding konveksi . Berpikir yang pada hakikat nya
bersifat membangun (konstruktif) tidak berhenti pada pola pola ,pada teori
teori, pada pagar pagar (yang disebut) “convention wisdom”, atau pada teembok
tembok system. System system justru sering harus di terobos untuk dapat
mendengar suara realitas secara lebih cermat .
Sistem (juga system yang terbuka)
mempunyi ciri totalitas, transformasi dan autoregulasi (cf. jean Piaget ) yang
memiliki logika validasi dan pola justifikasi yng tentu pula. Perlu disadari
bahwa setiap system tidak mempunyai keterbukaan; dan pada hakikat nya tertutup.
Maka untuk benar benar berpikir, kita perlu mempertanykan atau menerobos
ketentuan ketentuan trsebut.
Meskipun memperhatikan, pikiran yang
benar benar berpikir tidak terikat pada jawaban jawaban tertentu, pikiran,
bagaimana pun, harus di perhatikan kemerdekaan untuk ‘membedah’ system ,
menganalisis serta menguji keteguhan prinsip yangi pmpil nya akai dengan
orientasi : urusan pokok dalam berpikir adalah tampak dan tampil nya realitas .
Sistem bukan hal yang membuat
sesuatu menjadi benar . sesuatu itu di katakan benar (baik) bukan karena di
tetapkan tetapkan , tetapi karena
benar (baik) maka ditetapkan (ingat paham positivism moral dan positivism
yuridis).
Maka sesuatu itu itu benar (baik)
bukan karena di beri system . bahkan suatu system yang sesuai di tumpangkan
hanya sudah di lakukan pandangan yang mendasar terhadap realitas. Hal ini pun
senantiasa harus di tinjau kembali , sebab pandangan (mendasar) tentang
realitas tidak pernah final. Dimensi dimensi baru, hal hal baru yang lebih
tepat, senantiasa dapat tampak dan tampil . Maka system yang ada juga harus
dibongkar . Begitu seterusnya , demi terungkapnya realitas secara lebih tuntas
, yang hakikat nya juga berati semakin terungkap nya kadar realitas eksistensi
manusia sendiri .
Yang sering menjadi masalah di sini
adalah tidak sederapnya perubahan perubahan yang harus dikatakan dengan hasil
hasil penetrasi pemikiran . dan di sini
pulalah perlunya terkadang menjinakkan PATHOS akan kebenaran . sebab sering
terjadi banyak orang yang tidak mau belum melihat kadar kebenaran hasil hasil
PENETRASI pemikiran tersebut . banyak orang masih sering memerlukan waktu,
tambahan ‘ kekayaan jiwa ‘, perubahan mentalitas untuk menangkap yamg lain dari
yang biasa , tetapi bukan tidak mungin kadar kebenaran nya lebih tinggi .
Manusia hendak nya tunduk kepada
pikiran yang lebih baik karena pikiran yang lebih baik lebih meng-kata-kan
realitas, lebih mengungkapkan kadar kebenaran realitas.
Adanya kebenaran formal tidak boleh
di ingkari . pengingkaran terhadap setiap kebenaran formal adalah suatu anarki
.
Tetapi hendaknya selalu di insafi
bahwa realitas tidak pernah habis tidak pernah habis di pikirkan dan dikatkan.
Selalu terdapat suatu dunia yang lebih baik yang menanti untuk di bangun, ada
keadilan yang lebih untuk di capai , ada hari depan yang harus di wujudkan yang
bersifat lebih pantas bagi manusia dan memungkinkan pengakuan yang lebih
efektif dari manusia oleh manusia .
D.
Apakah
hakikat berfikir
Bilamana pembicara diatas telah diikuti dengan
seksama, maka tampak bahwa hakikatnya
berfikir yang benar-benar berfikir sama
sekali bemain dari berfikir dalam bentuk turunya.
Berfikir yang benar-benar berfikir tidak identik
dengan berfikir dengan menghitung yang hakikatnya pemikiran hanya berhenti pada
aspek kuantiatif dari realities, pada aspek utilistik instrumental dari
realitas. dalam termiologi sehari-hari dipakai istilah ratio yang berasal dari
kat a latin reor yang berarti “memghitung”. Kadarv kebenaran yang sesungguhnya
dari realitas melalui berfikir dengan menghitung.
Berfikir yang benar-benar berfikir bukanlah berfikir
dengan memvisualisasikan, membanyangkan. Dalam berfikir dengan memvisualisasikan terkandung asumsi bahwa
segala hal dapat dibuat viual ( yang jelas tidak mungkin), terkandung pesepsi
dasar bahwa the real is the physical. Hal
yang lebih dalam dari realitas dari dengan sendirinya tidak terjangkau.
Dalam gaya berfikir dengan menvisualisasikan, realitas adalah yang dapat
ditangkap oleh pancaindera.yang lainya adalah tidak ada. Copy thery of reality ( camera theory of reality) pada hakikatnya
adalah pernyataan bahwa manusia adalah pasif, ‘objektif’ adalah pengingkiran
kesertaan mutlak manusia subjek dalam kegiatan tahu.
Minatnya tidak pada realitas, tetapi pada pematokan
relitas, pada manipulasi ide-ide, pada kejelasan, tetapi kejelasan inderani.
Berfikir dengan membanyangkan tidak mungkin
bicara tentang hakikat relitas. Pendek kata, lebih banyak lagi
kebenarnya yang tidak mungkin diungkap melalaui berfikir dengan membayangkan.
Berfikir yang benar-benar berfikir tidak identik
dengan berfikir menjelaskan, karena de
facto berfikir dengan menjelaskan sekedar gerak pikiran diantara batas-batas yang sudah
ditetapakan. Rasinalitas, logika validasi, meted-metdenya sudah pasti. Seluruh
usah adalah sekedar mengiring pikiran kejalur tersebut.
Berfikir dengan menghitung, berfikir dengan
memvisualisasikan, dan berfikir dengan menjelaskan adalah bentuk-bentuk
berfikir,tetapi sekedar tukilan dari brfikir yang benar-benar berfikir.
Dalam pratik batas tertentu, bentul-bentuk tersebut
tidak diragukan arti dan manfaatnya. Tetapii bilaman bentuk-bentuk tersebut
disetarakan, tidak dilampaui bahkan diidentikkan dengan berfikir yang benar
berfikir, maka distorsi kadar kebenaran yang lebih kaya dari relitas merupakan bencana yang tidak
dihindarkan. Berbagai realitas tidak
dapat dan tidak mungkin difikirkan karena kadar kebenaran banyak hal tidak akan
tampak dan tampil gaya-gaya berfikir secara menghitung, secara
memvisualisasikan, secara menjelas.
Arti realitas tidak mungkin dapat dipikirkan dengan
semestinya. Realitas itu sendiri tidak
difikirkan. Ketiga gaya pemikiran
tersebut tidak memungkinkan untuk
memikirkan pertanyaan tentang hakikat realitas,hakikat manusia.
Jelas bahwa berefikir yang benar-benar. Berfikir
bukan bergerak diantara batas-batas yang susah dipastikan, tidak bertujuan
untuk meregam, menguasi , memaksakan kekuasaan (
teori-teori,metode-metode,sistem-siste,dan sebagainya) pada realitas.
Realitas bukan hasil pikiran, dan bahasa bukan alat.
Bahasa dan fikiran adalah ruang tempat terjadinya peristiwa realitas. berfikir
adalah tanggapan, jawaban bukan sifat objektivistik dan sifat mengambil jarak.
Dan bahsa berkaitan erat dengan
peristiwa penyampaian arti. Bahasa adalah tanggung jawaban manusia terhadap
panggilan realitas kepadanya.
E. berfikir
tidak konseptual
Hal berfikir adalah kalitas konsekuensesinya
selanjutnya. Berfikir bukankah realitas; ia adalah gembala yang menjaga
terjadinya peristiwa realitas. maka berfikir secara konseptual adalah bertolak
belakang dengan berfikir yang benar-benar berfikir.s
Meskipun dengan dalih sebagai medium quo, sebagai orentasi kearah atau perspektif atas fenomena,
konsepsi atau konseptualisasi karena ditentukan batas-batasnya secara
cermat rasional de facto senantiasa membendung peristiawa penyingkapan realitas.
maka muncul konseptualisasikan statis. Maka vere
loqui ( bicara benar) akhirnya menjadi hanya recte loqui ( bicara lurus, sesuai dengan batas-batas)
Berfikir tidak konseptual memberikan kesan suatu contradiction in terminis. Bukankah kata pada dasarnya tidak terpisahkan
dari konsep?
Kesulitan pokok untuk memahaminya adalah habitus
memandang pikiran sebagai alat untuk menguasi dan communis opini memandang
bahasa sebagai alat (instrument), sebagai objektivasi.
Dalam pemikiran yang dapat dikatagorikan kedalam
pola pemikiran idealisme,(yang) ada adalah yang dimengerti (esse est percipi),
tidak dimengerti atau dipikirkan berarti tidak ada, maka konsep atau ekspresi
konseptual adalah (yang) ada tersebut sendiri.ide adalah realitas,realaitas
adalah ide.
Sedangkan dalam pola emperisme, karena kesadaran
manusia adalah tabul rasa, maka konsep atau juga pengatahuan konsepsional
adalah realitas, atau suatu copy.
atas
dasar pemikiran tersebut, hubungan teori dan kenyataan juga ditentukan. Menurut
communis opini,jikakalu seseorang
ingin menghapiri kenyataan secara tidak memihak,maka proses kerjanya adalah
melalui induksi menyuling keseragaman-keseragaman dari kenyataan, kemudian
mengungkapkan kedalam konsepsi-konsepsi dan proposisi-propisis teoritas.
Konsepsi-konsepsi dan teori-teori yang tersusun dari
konsepsi-konsepsi tadi gambar-gambar
kenyataan yang menggambarkan regualitas dan keseragaman-keseragaman.
Konsepsi-konsepsi disusun sebegitu rupa untuk memungkinkan penguasaan, dan
peramalan.
Jadi, gambar-gambar tersebut harus berguna, harus
diatur sedemikian rupa untuk dapat dipakai.berdasarakan pertimbangan pragmatis,
kebenaran suatu teori tidak hanya terdiri dari suatu penggambaran kenyataan
secara tepat, tetapi juga diarahkan pada kegunaan praktis. Rasionalitasnya:
pengetahuan adalah pasti manakala dalam praktek dapat memakainya. Benar adalah
bila opersional; pengetahuan suatu alat, dibutuhkan untuk berbuat tanpa
mempunyai pretensi lebih lanjut.
Demikian minat orang tidak terarah kepada peristiwa
tampak dan tampilnya realitas melalui pikiran dan bahasa yang de facto tidak pernah selasai atau
final, tertapi terpusat pada kesibukan memikirkan kesesuaian dunia idenya dan
dunia sebagai titik akhir perjumpaan yang hakikat selalau berbeda. Lalu apa
pikiran tidak konseptual itu?
Berfikir tidak konseptual berarti tidak memikirkan
bahasa sebagai terdiri dari atau sebagai seanantiasa mencari konsep yang
dibatasi-dengan-jelas-dan-secara-rasional-ditetapkan.
Dengan mengartikan bahasa sebagai konsep-yang-dibatasi—artinya
secara-jelas dan ditetapkan-secara rasional. Maka serba statis dan
terkotak-kotak, denagan sendirinya kejelasan dapat dijamin. Tetapi berfikir
seperti itu adalah berfikir secara pemaksaan pada relitas. Inisiatif realitas
ditiadakan.
Didalam berfikir tidak konseptual, kita
mempertanyakan bagaimana realitas tertentu diartikulasikan dengan konsep
tertentu.
Berfikir bukan pilihan semuanya pihak pemikir, yang
umumnya demi konvensi( dan demi enaknya), menggunakan istilah-istilah tertentu.
Perlu
selalu didasari bahwa pikiran bukan pertama-tama pernuatan kita, tetapi suatu
yang menerpa menjumpai kita mankala realitas mengungkapkan diri pada pikiran
kita.
Didalam kenyataan, suatu konsep adalah peeristiwa
penjernihan atau penyelumbungan suatu hal. Den gan
demikian, sejarah ( historikalitas) merupakan hakikat suatu konsep.
Realitas bukankah konsep yang pasti, melainkan suatu
peristiwa yang terjadi pada kita,sesuatu yang menjadi terang pada diri kita.
Berbagai pandangan tentang realitas yang telah
dipakai selama berabad-abad niscaya merupakan hasil
cara realitas menampakan diri dalam berbagai kesempatan.
Ekspresi konseptual seharusnya tidak dipandang dan
diperlakukan sebagai ekspresi sempurna terminus perjumpaan (karenanya menjadi
konseptualisasi statis yang siap untuk dianalisis), tetapi niscaya dipandang
dan diperlukan sebagai perspektif( abschatung), sebagai artikulasi
realitas dalam prosesnyauntuk membahas.
Kegiatan berfikir adalah jawaban terhadap kata suara realitas, mencari konsep
ungkapannya yang tepat sehingga realitas dapat menjadi bahasa.
Arti senantiasa lebih luas dari yang mungkin
diungkapkan dalam ekspresi konseptual atau diungkapkan secara verbal.
Dalam ekspresi konseptual, segala sesuatu yang
tercakup didalamnya bergerak dan menari berdasarkan petunjuk-petunjuk rasional
cermat si konseptor misalnya ilmuawan. Ekspresi konseptual tidak dihuni oleh
kenyataan-kenyataan yang benar-benar real dan tidak dihuni oleh manusia-manusia
yang hidup menyejarah terdiri dari daging dan darah dengan segala emosi dan
intuisinya.
Demikianlah secara sangat singkat dan padat
pembicaraan kita tentang hakikat bahasa dan pikiran.
Kendati kita telah terpolakan dalam cara-cara
berfikir dan logika tertentu, logika dalam konteks rasionaitasl strict sensu,
logika yang memperlakukan akal budi/pikiran dan bahasa sebagai alat sebagaimana
umum terdapat dalam ilmu, berfikir yang benat-benar berfikir pantang dilupakan.
Orientasi-orientasi di atas mutlak perlu disadari di dalam praksis cara- cara
berfikir dan logika yang hanya tukilan dari berfikir yang benar berfikir. Jika
tidak, taruhanya terlalu serius.
F.Fungsi-fungsi
bahasa
Pemikiran tentang bahasa diatas adalah penguakan
hakikat bahasa.
Berkat berbagai studi, berbagai masalah bahasa juga
semakin tersingkap. Alangkah bermanfaatnya jika seorang pemikir tahu dan
menyadari studi tata bahasageneratif dan Noam Chomsky, sosiolinguistika Basil
Bernstein, linguistika structural de Saussure, konsepsi bahasa Gadamer, studi
tentang semiologi dari Roland Barthes.
Hal
ini terlebih dirasakan sangat mendesak di dalam studi tentang logika
scientifika, yang meman dang
bahasa pertama-tama sebagai suatu alat.
Dalam memandang bahasa sebagai alat, sering terjadi
orang tidak menyadari juga keragaman pemakaian bahasa. Di dalam karya yang bejudul
Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge,
filsif George Berkely menunjukan bahwa tujuan utama dan satu-satunya dari
bahasa bukan untuk mengomunikasikan ide-ide. Masih banyak tujuan lainya lagi.
Begitu pula hasil penelitian filsuf Ludwing von Wittgenstein II dalam karyanya philosophical Investigations. Ia
berbicara tentang berbagai permainan bahasa (Sprachspiele). Seperti, memberi
perintah, memberikan sesuatu, melaporkan suatu peristiwa,menyuguhkan hasil
eksperimen kedalam tabel dan diagram, melawak, memakai, menghomat berdoa,
mengucapkan trima kasih, dan sebagainya.
Berbagai macam pemakain bahsa tersebut demi
kepentinganstudi logika biasa biasa dikelompokan dalam tiga katagori fungsi.
Pertama adalah pemakaian bahasa untuk menyampaiak informasi, merumuskan dan
meng-ia-kan atau menolak proposisi. Inilah fungsi
informatif bahasa: mengiakan atau
menolak proposisi atau pola menyuguhkan argument/argumentasi. Ilmu adalah ilmu
yang jelas dari realisasi fungi informative bahasa.
Fungsi kedua bahasa adalah fungsi ekspresif, misalnya pemakain bahasa dalam puisi, dalam
ungkapan rasa sedih rasa saying, ungkapan semangat. Bahasa disini dipakai
sebagai alat pengungkapkan rasa perasaan dan sikap.
Fungsi dikretif
adalah fungsi ketiga pemakain bahasa,
yakni pemakain bahasa untuk menyebabkan atau menghalangi sesuatu prilaku.
Perintah atu permintaan merupakan contoh jelas fungsi direktif bahasa.
Hal yang perlu dicata adalah bahwa pengertian benar
atau salah tidak dapat diterapkan dalam fungsi ekspresif dan fungsi direktif.
Namun demikian terdapat usaha untuk mengembangkan logic of imperatives (Cf.misalnya The Logic of Commands, oleh Nicholas Rescher, 1996).
Ketiga fungsi bahasa tersebut tidak jarang dipakai
bersama sehingga muncullah arti yang benar-benar berseluk-beluk. Kenyataan ini,
yang biasa di dalam setiap bentuk komunikasi yang efektif mengundang
kewaspadaan setiap berfikir.
BAB III
SIMPULAN
A.Simpulan
proses
pembahasan realitas . dalam kenyataan di rasakan jelas ada nya kaitan yang
erat antar bahasa dan pemikir . pikiran berfungsi
melalui bahasa dan di dalam bahasa . bahkan dalam banyak kejadian, dapat di
hayati kebenaran ungkapan : ada(sein)
yang dapat di pahami adalah bahasa (Gadamer) . Hanya dengan di bahasakan atau
terbahasakan sesuatu dapat di tangkap
dan di mengerti . bahasa adalah keterbukaan manusia terhadap realita . bahasa
dan pemikiran adalah tempat terjadi nya peristiwa (Geschehen) realitas.
Pikiran dan bahasa , sesungguhnya , merupakan tempat
terjadi nya peristiwa realitas . dengan beiwa rpikir , manusia menyelesaikan
peristiwa tersebut. Berpikir berarti membiarkan realitas sebagai peristiwa
bahasa. Kendati manusia senantiasa sudah berada di dalam situasi interpretasi
tentu (vorhabe, vorgriff, vorsicht) realitaslah yang lebih dulu pada awal
mulanya merupakan sumber dan asal mula pikiran . oleh sebab itu , berpikir
adalah mendengarkan. Tugas pemikir adalah menjaga terjadinya peristiwa realitas
dengan menerima , sedangkan berterima kasih dan bicara adalah mendengarkan
DAFTAR PUSTAKA
Ernest Dimanet,the
Art of Thinking, Fawcett Publications, Inc., Greenwich, Conn. 1961
BIOGRAFI
NAMA :DINA
MULYANI
NPM :
1172594
PRODI :
EI . SYARIAH
KELAS :
D
Pemdidikan pertama dari
Nama sekolah :
TK DARMA WANITA
Selama
pendidikan : 2 TAHUN (1999-2000)
Pendidikan
II
Nama
sekolah : SDN O3 SIDOMUKTI.TULANG BAWANG
Selama
sekolah : 06 TAHUN. (2000-2006)
Eskul : PRAMUKA
Pendidikan
III
Nama
sekolah : MTS AL-IKHLAS
.SIDOMUKTI.TULANG BAWANG
Selama
sekolah : 3 TAHUN (2006-2008)
Eskul : OSIS. PRAMUKA,PMR
Pendidikan
IV
Nama
sekolah : SMK AL IMAN .UNIT 2
TULANG BAWANG
Selama
sekolah :3 TAHUN (2008-2009)
Eskul : OSIS,PMR, TEATER
Dan
sekarang ini, saya menepuh gelar S1 di STAIN dengan jurusan Ekonomi Islam.
Motto
hidup saya “ Tidak akan mensia-siakan kesemptaan untuk meraih kebahagian,karena
kebahagian adalah hak saya”. Dan saat ini saya berharap kepada dosen Drs.
Madjalil .M.hum.untuk mendapatkan nilai terbaik..
0 komentar:
Posting Komentar