a. Riwayat
Singkat Imam Syafi’I
Imam Syafi’I bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn
Idris ibn al-‘Abbas ibn Ustman ibn Syafi ibn as-Sa’ib ibn ‘Ubaid ibn ‘Abd Yazid
ibn Hasyim ibn ‘Abd al-Muthalib ibn ‘Abd Manaf. Ia lahir di Gaza (Palestina),
pada tahun 150 H (767-820M), berasal dari keturunan bangsawan Quraisy dan masih
keluarga jauh Rasulullah SAW dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di ‘Abd
Manaf (kakek ketiga Rasulullah SAW).
Pada usia 30 tahun, Imam Syafi’I menikah dengan seorang
wanita dari Yaman bernama Hamidah binti Nafi’ yang merupakan seorang puteri
keturunan khalifah Ustman bin Affan (sahabat dan khalifah yang ke dua). Dari
pernikahannya, ia mendapat tiga orang anak, 1 anak laki-laki (Muhammad bin
Syafi’I yang menjadi qadhi di Jazirah
Arab), dan 2 anak perempuan. Kecerdasan Imam Syafi’I telah terlihat ketika
berusia 9 tahun. Saat itu ia telah menghafal seluruh ayat al-Qur’an dengan
lancar, bahkan sempat 16 kali khatam
al-Qur’an dalam perjalanannya dari Mekah menuju Madinah. Setahun kemudian,
kitab al-Muwaththa’ karangan Imam Malik
yang berisikan 1.720 hadist pilihan dihafalnya di luar kepala. Imam Syafi’I
juga menekuni bahasa Arab di Dusun Badui Hundail selama beberapa tahun,
kemudian kembali ke Mekah dan belajar fiqih dari seorang ulama besar (Imam
Muslim bin Khalid Azzanni) yang juga mufti
kota Mekah pada saat itu. Kecerdasan inilah yang membuat dirinya dalam usia
yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekah.
Meskipun ia menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, Imam
Syafi’I lebih dikenal sebagai ahli hadist dan hukum karena inti pemikirannya
terfokus pada dua cabang ilmu tersebut. Pembelaannya yang besar terhadap sunnah
Nabi membuat ia digelari Nashiru Sunnah
(pembela sunnah Nabi). Ia meninggal dunia setelah 6 tahun tinggal di Mesir
mengembangkan mazhabnya dengan jalan lisan dan tulisan serta sudah mengarab ng
kitab ar-Risalah (dalam ushul fiqh)
dan beberapa kitab lainnya. Rabi bin Sulaiman (murid Imam Syafi’I) berkata,
”Imam Syafi’I berpulang ke rahmatullah
sesudah shalat maghrib, pada usia 54 tahun, malam jum’at, bertepatan dengan 24
Juni 819 M.
b. Pemikiran
Mazhab Imam Syafi’i
Keunggulan Imam Syafi’I sebagai ulama fiqih dan hadist
pada zamannya diakui sendiri oleh ulama sezamannya. Sebagai orang yang hidup
pada zaman meruncingnya pertentangan antara aliran Ahlulhadist dan Ahlurra’yi,
Imam Syafi’I berupaya untuk mendekatkan kedua aliran ini. Oleh karena itu, ia
belajar kepada Imam Maliki sebagai tokoh Ahlulhadist
dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlurra’yi.
Dalam penetapan hukum Islam, Imam Syafi’I menggunakan :
1) Al-Qur’an
2) Sunnah
Rasulullah SAW
3) Ijma’ sahabat
4) Qiyas (tetapi dalam pengguanaannya tidak luas)
Imam Syafi’I menolak istihsan
sebagai salah satu cara mengistinbathkan
hukum syara’. Penyebarluasan
pemikiran mazhab Syafi’I diawali melalui kitab ushul fiqhnya ar-Risalah
dan kitab fiqihnya al-Umm, kemudian
disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya yaitu Yusuf bin Yahya
al-Buwaiti (w. 231 H/846 M) seorang ulama besar Mesir, Abi Ibrahim Ismail bin
Yahya al-Muzani (w. 264 H/878 M), dan ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 270
H).
0 komentar:
Posting Komentar