MAKALAH
KELOMPOK
PSIKOLOGI
PENDIDIDKAN
Arti
Penting Perkembangan Kognitif bagi Proses Belajar Siswa dan Sifat Anak pada
masa perkembangan
Dosen
Pembimbing
Aguswan
Khotibul Umam, S.Ag, MA.
Di
susun oleh
Kelompok
III
Nasrullah
: 1059401
Rizalul
Mukmin : 1059651
Nanik
Maskanah : 1059381
Ida
Rohmawati : 1059051
Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro
Tahun
2011/2012
MOTTO
Kata Pengantar
Puji
Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini tepat pada waktu
yang telah di tentukan tanpa suatu halangan apapun.
Untuk
itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memberi
saran, masukan atau arahan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kepada
pembaca untuk memberi kritik dan saran yang berguna untuk memperoleh
kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.Semoga makalah yang kami buat
berguna bagi kami dan pembaca.
Metro, 21 Oktober 2011
Penyusun
BAB I
Pendahuluan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Kognitif Siswa
Istilah “cognitive”
berasal dari cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti
luas, ialah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan
selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer, sebagai salah satu wilayah atau
ranah psikologis manusia yang meliputi tingkah laku mental yang berhubungan
dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
kesengajaan,dan keyakinan.[1]
Sebagian
besar psikolog terutama kognitivis beryakinan bahwa proses perkembangan kognitif
manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir.Bekal dan modal dasar
perkembangan manusia, yakni kapasitas mator dan kapasitas sensori ternyata
sampai batas tertentu, juga dipengaruhi oleh ranah kognitif. Menurut ahli
psikologis kognitif, pandayagunaan kapasitas ranah kognitifmanusia sudah mulai
berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan kapasitas motor dan
sensorinya.
Seorang
pakar terkemuka dalam di siplin psikologi kognitif dan psikologi anak , Jean
Piaget mengklasifisikanperkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan :
1. Tahap
sensori-motor yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2
tahun
2. Tahap
pre-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia2-7
tahun
3. Tahap
concrete-operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun
4. Tahap
formal-operational, yang terjadi pada usia11-15 tahun
1.
Tahap
sensori motor
Selama
perkembangan dalam periode sensori motor yang berlangsung anak lahir sampai
usia 2 tahun, inteligensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif
dalam arti masih didasarkan pada prilaku terbuka. Inteligensi sensori motor
dipandang sebagai inteligensi praktis yang berfaidah bagi anak yang berusia 0-2
tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berfikir
mengenai hal yang sedang ia perbuat. Anak pada periode ini belajar cara
mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu
dalam memahami hal yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan
perbuatan.
Ketika
bayi berinteraksi dengan linkungannya, ia akan mengasimilasikanskema sensori
motor sekedemian rupa dengan mengarahkankemampuan akomodasi yang ia miliki
hingga mencapai ekulibrium yang memuaskan kebutuhannya. Proses asamilasi dan
akomodasi dalam mencapai ekulibrium seperti diatas selalu dilakukan bayi, baik
ketika ia hendak memenuhi dorongan lapar dan dahaganya maupun ketika bermain
dengan benda-benda mainan yang ada disekitarnya.
2.
Tahap
pra-operasional
Periode
perkembangan kognitif pra-operasional terjadi pada diri anak ketika berumur 2
sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki
penguasaan sempurna menjadi object permanence. Artinya, anak tersebut sudah
memiliki kesadaran akan tetap “eksisnya” suatu benda yang harus ada atau biasa
ada, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan, atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi eksistensi dari
benda tersebut berbeda dengan periode sensori motor, tidak lagi bergantung
dengan pengamatannya belaka.
Perolehan
kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object permanence (ketetapan
adanya benda) adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut
representation atau mental representation (gambaran mental). Secara singkat
representasi adalah sesuatu yang mewakili atau menjadi symbol atau wujud
sesuatu yang lainnya. Representasi mental merupakan bagian penting dari skema
kognitif yang memungkinkan anak berfikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah
benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada diluar
pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya.
Representasi
mental juga memungkinkan anak untuk mengembangkan deferred-imitation (peniruan
yang tertunda) yakni kapasitas meniri prilaku orang lain yang sebelumnya pernah
ia lihat untuk merespon lingkungan. Seiring dengan munculnya kapasitas
deferred-imitation, muncul pula gejala insight-learning, yaitu gejala belajar
berdasarkan tilikan akal. Dalam hal ini, anak mampu melihat situasi
problematic, yakni memahami bahwa sebuah keadaan mengandung masalah, lalu
berfikir sesaat.
Dalam
periode perkembangan pra-operasional, disamping di perolehnya
kapasitas-kapasitas seperti tersebut di atas, yang juga sangat penting ialah di
perolehnya kemampuan berbahasa. [2]Dalam
periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula
mengekpresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
Hal
lain yang sehubungan dengan penggunaan skema kognitif anak yang masih terbatas
itu ialah bahwa pengamatan dan pemahaman anak terhadap situasi linkungan yang
ia tanggapi sangat di pengaruhi oleh watak egocentrism (egosentrisme).
Maksudnya anak tersebut belum bisa memahami pandangan-pandangan orang lain yang
berbeda dengan pandangan sendiri. Gejala egosentrisme ini di sebabkan oleh
masih terbatasnya conservation (Konservasi/pengekalan) yaitu operasi kognitif
yang berhubungan dengan pemahaman anak terhadap aspek dan dimensi kuantitatif
materi lingkungan yang ia respons.
Sebagai
catatan akhir untuk uraian periode pra-operasional ini, patut penyusun tegaskan
bahwa kemampuan-kemampuan skema kognitif anak dalam rentang usia 2-7 tahun
memang masih sangat terbatas. Namun, demikian, secara kualitatif,fenomena
prilaku-prilaku ranah cipta, seperti yang penyusun paparkan di atas, jelas
sudah sangat berbeda dengan kemampuan intelegansi sensori motor yang dimiliki
anak ketika berusia 0-2 tahun.
3.
Tahap
Konkret-operasional
Dalam
inteligensi operasional anak yang sedang berada pada tahap konkret-operasional terdapat
system operasi kognitif yang meliputi : conservation, addition of classes,
multiplication of classes.
Conservation
(konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami dalam aspek-aspek
kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. Anak yang mampu mengenali sifat
kuantitatif sebuah benda akan tahu bahwa sifat kuantitaf benda tersebut tidak
akan berubah secara sembarangan.
Addition
of classes (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak dalam memahami cara
mengkombinasikan beberapa golongan benda yang di anggap berkelas lebih rendah
.Di sampind itu , kemampuan ini juga meliputi kecakapan untuk memilah-milah
benda-benda yang tergabung dalam sebuah yang berkelas tinggi menjadi
benda-benda yang berkelas rendah.
Multiplication
of classes (pelipatgandaan golongan benda) yakni kemampuan yang melibatkan
pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna
bunga dan tipe bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (seperti mawar
putih mawar merah dan seterusnya). Selain itu, kemampuan ini juga meliputi
memahami cara sebaliknya.
Berdasarkan
hasil ekprimen dan observasinya, Piaget menyimpulkan bahwa pemahaman terhadap
aspek kuantitaf materi,pemahaman terhadap penggolongan benda, dan pemahaman
terhadap pelipatgandaan benda merupakan cirri khas perkembangan kognitif anak
berusia 7-11 tahun. Perolehan pemahaman tersebut diiringi dengan banyak
berkurangnya egosentrisme anak. Artinya anak sudah mulai memiliki kemampuan
mengkoordinasikan pandangan-pandangan orang lain dengan pandangannya sendiri,
dan memiliki persepsi positif bahwa pandangannya hanyalah salah satu dari
sekian banyak pandangan orang. Jadi, pada dasarnya perkembangan kognitif anak
tersebut di tinjau dari sudut
karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa.
Namun
demikian, masih ada keterbatasan-keterbatasan kapasitas anak dalam
mengkoordinasikan pemikirannya. Anak-anak dalam rentang usia 7-11 tahun baru
mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang
konkret. Inilah yang menjadi alasan perkembangan kognitif anak pada usia 7-11
tahun tersebut dinamakan tahap konkret operasional.
4.
Tahap
Formal-operasional
Dalam
tahap perkembangan Formal- operasional, anak yang sudah menjelang atau yang
sudah menginjak usia remaja, yakni 11-15 tahun akan dapat mengatasi masalah
keterbatasan pemikiran konkret operasional. Tahap perkembangan kognitif terakhir yang menghapus keterbatasan-keterbatasan
tersebut sesungguhnya tidak hanya berlaku bagi remaja dan bahkan orang dewasa
yang berusia lebih tua.
Dalam
tahap perkembangan terakhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan
baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yaaitu :
kapasitas menggunakan hipotesis dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip
abstrak. Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan Dasar), seorang
remaja akan mampu berfikir hipotesis , yakni berfikir mengenai sesuatu
khususnya dalam hal pemecahan masalahdengan menggunakan anggapan dasar yang
relefan dengan lingkungan yang ia respon. Sementara itu , dengan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak.
B.
Arti
penting Perkembangan Kognitif Bagi Proses Belajar Siswa
Tanpa
ranah kognitif, sulit di bayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya,
tanpa kemampuan berfikir mustahil siswa tersebut dapat dapat memahami dan
meyakini faidah-faidah materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Tanpa
berfikir juga sulit bagi siswa untuk mengangkat pesan-pesan moral yang
terkandung dalam materi pelajaranyang ia ikuti.Walaupun demikian, tidak berarti
fungsi afektif dan psikomotor seorang siswa tidak perlu. Kedua fungsi
psikologis siswa ini juga penting, tetapi seyogyanya cukup dipandang sebagai
buah-buah keberhasilan atau kegagalan perkembangan dan aktifitas fungsi
kognitif.
C.
Faedah Pengembangan Ranah Kognitif Siswa
1. Mengembangkan Kecakapan Kognitif
Sekurang-kurangnya
ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera
khususnya oleh guru, yakni : strategi meyakini arti penting isi materi
pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung
dalam materi pelajaran tersebut. Tanpa pengembangan dua macam kecakapan
kognitif ini, agaknya siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif
dan psikomotornya sendiri.
Strategi
adalah sebuah istilah populer dalam psikologi kognitif, yang berate prosedur mental yang berbentuk
tatanan tahapan yang memerlukan alokasi upaya-upaya yang bersifat kognitif dan
selalu dipengaruhi oleh pilihan-pilihan kognitif atau pilihan-pilihan kebiasaan
belajar siswa. Pilihan kebiasaan belajar ini secara global terdiri atas,
menghafal atas prinsip-prinsip yang terkandung dalam materi, mengaplikasikan
prinsip materi.
2. Mengembangkan Kecakapan Afektif
Keberhasilan
perkembangan ranah kognitif tidak hanya membuahkan kecakapn kognitif tetapi
juga menghasilkan kecakapan ranah afektif.
3. Mengembangkan Kecakapan Psikomotor
Keberhasilan
pengembangan ranah kognitifjuga akan berdampak positif terhadap pengembangan
ranah psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret
dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupaun kualitasnya.
D.
Sifat Anak-Anak Pada
Masa Tertentu Dalam Perkembangan
Sudah barang
tentu tidak ada orang yang menyangkal, bahwa perkembangan itu merupakan hal
yang kontinu, akan tetapi akan dapat lebih mudah memahami dan mempersoalkannya
biasanya orang menggambarkan perkembangan itu dalam fase-fase atau
periode-periode tertentu.[3]
Pendapat para
ahli mengenai periodisasi bermacam-macam, yaitu :
Ø Periodisasi-periodisasi
berdasar biologis
Ø Periodisasi-periodisasi
berdasar didaktis, dan
Ø Periodisasi-periodisasi
berdasar psikologis
1.
Periodisasi-periodisasi
yang berdasar Biologis
a.
Pendapat
Aristoteles
Aristoteles
menggambarkan perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa itu dalam tiga
periode lamanya masing-masing tujuh tahun :
v Fase
I : dari 0;0 sampai 7;0 masa anak kecil sampai ke masa bermain
v Fase
II : dari 7;0 sampai 14;0 : masa anak, masa belajar atau masa sekolah rendah
v Fase
III : dari 14 ;0 sampai 21;0 : masa remaja atau pubertas: masa peralihan dari
anak menjadi orang dewasa
b.
Pendapat
Kretschmer
Ø Fase
I dari 0; 0 sampai kira-kira 3; 0 :disebut Fillungs periode I pada masa ini
anak kelihatan pendek gemuk
Ø Fase
II dari kira-kiraa 3; 0 sampai kira-kira
7; 0 disebut streckungs periode I ; pada masa ini kelihatan langsing
Ø Fase
III dari kira-kira 7; 0 sampai kira-kira 13; 0 di sebut Fillungs periode II;
pada masa ini anak kembali kelihatan pendek gemuk
Ø Fase
IV dari kira-kira 13; 0 sampai kira-kira 20; 0 di sebut Streckungs periode II ; pada masa ini anak kembali
kelihatan langsing.
c.
Pendapat
Sigmund Freud
Frued berdapat, bahwa anak sampai umur kira-kira 5; 0 melewati fase-fase yang
terdiferensiasikan secara dinamis, kemudian sampai umur 12; 0 atau 13; 0
mengalami fase latent, yaitu suatu fase dimana dinamika menjadi lebih stabil. Dengan
datangnya masa remaja dinamika meletus lagi, dan selanjutnya makin tenang kalau
orang makin dewasa. Bagi Frued masa sampai umur 20; 0 menentukan bagi
pembentukan kepribadian seseorang.
d.
Pendapat
Montessori
Montessori
mengemukakan empat periode perkembangan, yaitu :
v Periode
I ( 0 sampai 7 tahun ) adalah periode
penangkapan (penerimaan) dan pengaturan dunia luar dengan perantaraan alat
indera.
v Periode
II ( 7 sampai 12 tahun) adalah periode rencana abstrak. Pada masa ini anak-anak
mulai memperhatikan hal-hal kesusilaan, menilai perbuatan manusia atas dasar
baik buruk.
v Periode
III ( 12 sampai 18 tahun) adalah periode penemuan diri dan kepekaan rasa
social.
v Periode
IV ( 18 sampai…) adalah periode pendidikan tinggi.
Dalam hubungan
dengan ini perhatian Montessori ditujukan kepada mahasiswa-mahasiswa perguruan
tinggi yang menyediakan diri untuk kepentingan dunia. [4]
e.
Pendapat Ch. Buhler
Buhler mengemukakan lima fase dalam perkembangan anak, yaitu :
Ø Fase
I ( 0 sampai 1) ,yaitu fase gerak laku sampai kedunia luar.
Ø Fase
II ( 1 sampai 4), yaitu fase makin luasnya hubungan anak dengan benda-benda di
sekitarnya.
Ø Fase
III ( 4 sampai 8), yaitu fase hubungan pribadi dengan lingkungan social, serta
akan kesadaran kerja, tugas dan prestasi.
Ø Fase
IV (8 sampai 14), yaitu fase memuncaknya niat kedunia objektif dan kesadaran
akan akunya sebagai sesuatu yang berbeda dari aku orang lain.
Ø Fase
V (14 sampai 19), yaitu fase penemuan diri dan kematangan
2.
Periodisasi-Periodisasi
yang Berdasar Didaktis
A.
Pendapat
Comenius
Salah
satu konsepsi dalam golongan ini yang sangat terkenal ialah konsepsi yang
dikemukakan Comenius. Telah sangat terkenal konsepsinya tentang macam-macam
sekolah yang telah disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak, yaitu :
ü Scola
Materna (sekolah bahasa Ibu), untuk anak-anak umur 0 sampai 6 tahun
ü Scola
Vernacula (sekolah bahasa ibu), untuk anak-anak umur 6 sampai 12 tahun
ü Scola Latina (sekolah latin), untuk anak-anak
umur 12 sampai 18 tahun
ü Academia
(akademik), untuk anak-anak umur 18 sampai 24
B.
Pendapat
J.J Rousseau
Rousseau
dengan karyanya Emile eu du I’education, juga mengemukakan periodisasi atas
dasar didaktis itu. Buku tersebut terdiri atas lima jilid : jilid I sampai IV
membicarakan tentang pendidikan anak laki-laki (Emile) dan jilid V membicarakan
pendidikan anak perempuan (Shopie).
§ 1
sampai 2 tahun adalah masa asuhan
§ 2
sampai 12 tahun adalah masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera
§ 12
sampai 15 tahun adalah periode pendidikan akal
§ 15
sampai 20 tahun adalah periode pembentukan watak dan pendidikan agama
3.
Periodisasi-Periodisasi
yang Berdasar Psikologis
Tokoh
utama pendapat yang semata-mata mendasarkan diri kepada keadaan psikologis ini
ialah Oswald Kroh. Kroh berpendapat bahwa apabila orang berbicara tentang
psikologis maka yang dipakai sebagai landasan haruslah juga keadaan psikologis
anak, bukan keadaan biologis atau keadaan yang lain lagi. Berhubung dengan itu
maka Ia lalu mencari keadaan psikologis yang manakah kiranya yang khas dan
dialami oleh setiap anak pada masa perkembangan itu, dan menemukan bahwa anak
selama masa perkembangannya mengalami masa-masa kegoncangan.
Keadaan
ini akan dialami oleh hamper setiap anak, karena itulah dapat dipakai sebagai
pedoman. Oleh Kroh masa kegoncangan ini disebutnya Trotzperiode. Selama
perkembangannya anak mengalami dua kali Trotzperiode itu,
o
Dalam tahun ketiga,
kadang-kadang juga pada permulaan tahun keempat
o
Pada permulaan masa
pubertas, pada anak laki-laki pada tahun 13.
Kedua
Trotzperiode inilah yang membatasi antara fase yang satu pada fase yang
lainnya. Jadi dengan demikian kita dapatkan adanya tiga fase perkembangan yaitu
:
Ø Dari
lahir sampai masa Trotzpertama, yang
biasanya disebut masa anak-anak awal
Ø Dari
masa Trotzpertama sampai masa Trotzkedua, yang biasanya disebut masa keserasian
bersekolah
Ø Dari
masa Trotzkedua sampai akhir remaja, yang biasanya disebut masa kematangan.
Setelah
dikemukakan sederetan pendapat-pendapat itu, lalu timbulah persoalan pendapat
manakah kiranya yang paling tepat. Masing-masing pendapat yang telah
dikemukakan itu ada segi baik dan segi lemahnya. Atas dasar pertimbngan praktis,
dalam hal ini sebaiknya kita ambil hal yang elektik. Menurut pendapat Kohnstamm mengemukakan
perioesasi sebagai berikut :
v Umur
0 sampai kira-kira 2 tahun masa vital
v Umur
kira-kira 2 sampai kira-kira 7 masa
estetis
v Umur
kira-kira 7 sampai kira-kira 13 atau 14 tahun masa intelektual
v Umur
kira-kira 13 atau 14 sampai kira-kira 20 atau 21 tahun masa social
BAB III
Kesimpulan
LAMPIRAN
NAMA : NANIK MASKANAH
TTL : Metro, 20 Juni 1992
ALAMAT : 23 Karang Rejo, Metro Utara
ASAL
SEKOLAH : SMAN 2 Pring Sewu
MOTTO : Sebaik-baiknya
manusia adalah orang yang bermanfaat untuk
orang lain
NAMA : NASRULLOH
TTL : Giri
Mulyo, 06 Mei 1992
ALAMAT : Sekampung
ASAL
SEKOLAH : MA Ma’arif Sekamppung
MOTTO : If you want to be
bappy and rich, you must study hard with
serious
NAMA
: RIZALUL MU’MIN
TTL : Banjar Rejo, 21 Maret 1992
ALAMAT : 38 B Banjar Rejo
ASAL
SEKOLAH : Man 2 Metro
MOTTO : life must be spirit and positif
thingking
NAMA : IDA ROHMAWATI
TTL : Suka Agung, Mesuji, 01 Maret 1992
ALAMAT
: Suka Agung, kec Way Serdang Kab Mesuji
ASAL
SEKOLAH : Smk Al Iman I,unit 2 Tulang Bawang
MOTTO : Berlomba-lombalah dalam kebaikan
Daftar Pustaka
Suryabrata, Sumadi, 2002, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Raja
Gravindo
Syah Muhibbin, 2009, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja
Gravindo Persada
0 komentar:
Posting Komentar