Saat
ini tengah marak kegiatan peremajaan karet di sejumlah wilayah sentra
pengembangan di Indonesia. Namun karena terbatasnya jumlah bahan tanaman
unggul maka membuka “market” untuk bibit tidak standar. Jika tidak
diwaspadai, pekebun bisa saja akhirnya menanam benih tidak unggul
tersebut.
Beberapa bentuk bibit yang tidak standar, antara lain ,
penggunaan mata tunas yang berasal dari pohon lain yang berupa tanaman
semaian (asal biji/seedling), penggunaan mata tunas yang berasal dari
kebun produksi yang berasal dari tanaman semaian.
Termasuk juga penggunaan mata tunas dari kebun entres yang tidak diketahui jenis klonnya, akibatnya dihasilkan bibit yang tidak jelas klonnya. Dan
penggunaan mata tunas yang berasal dari kebun entres, tetapi biji yang
digunakan sebagai batang bawah tidak sesuai anjuran (biji sapuan/biji
asalan).
Pemilihan batang bawah yang sesuai untuk batang atas pada tanaman karet sangat penting untuk diperhatikan, karena seringkali terjadi inkompatabilitas antara batang bawah dengan klon batang atas. Potensi klon batang atas yang maksimum hanya akan tercapai apabila batang bawah yang digunakan sesuai dengan batang atas.
Biji Polong Merah
Selain
itu, sekarang ini di beberapa daerah, khususnya di Sumatera Selatan,
Jambi, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung banyak beredar biji karet
yang dikenal dengan sebutan biji polong merah yang dikatakan berasal dari Perusahaan Golden Hope, Malaysia, Selangor Batu Tiga BHD. Bahkan benih ini diklaim ini bisa langsung ditanam di lapangan tanpa harus diokulasi.
Informasi seperti ini jelas-jelas sebagai bentuk pembodohan dan penipuan.
Apa pun jenis biji dan dari mana pun asalnya, untuk pertanaman di
lapangan haruslah menggunakan bibit unggul hasil okulasi. Karena bagi
kebun yang dibangun dengan menggunakan biji atau seedling,
produktivitasnya 3-5 kali lebih rendah dibandingkan dengan bibit unggul
hasil okulasi.
Bagi masyarakat awam sangat tidak mungkin untuk mengenali bibit asli atau tidak standar (palsu). Namun
untuk bibit okulasi, paling tidak ada satu ciri fisik yang secara mudah
dapat dikenali yaitu dengan melihat arah tumbuh tunas (sudut tunas)
yang terbentuk terhadap batang bawahnya. Pertumbuhan tunas bibit standar (asli) akan membentuk sudut lebih besar terhadap garis vertikal batang bawahnya. Sebaliknya untuk bibit tidak standar (palsu), pertumbuhan tunas relatif sejajar (sudut lebih sempit) dan merapat ke arah batang bawahnya.
Bibit Tiga Kaki
Selain
jenis-jenis tersebut, di Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu,
Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung saat ini banyak pula beredar bibit kaki tiga atau sering disebut bibit Three in One. Dinyatakan, bahwa dengan
menggunakan bibit kaki tiga akan mempercepat pertumbuhan sehingga dapat
memperpendek masa tanaman belum menghasilkan. Bibit jenis ini dijual
lebih mahal atau dua kali lipat dari harga bibit unggul standar.
Teknik
perbanyakan bibit kaki tiga pada dasarnya hampir sama seperti pembuatan
bibit okulasi polibeg pada umumnya. Stummata tidur ditanam dalam
polibeg, kemudian di dalam polibeg yang sama ditanam lagi dua tanaman
berasal dari semaian yang telah disiapkan di kebun pembibitan batang
bawah.
Dua
buah tanaman semaian tersebut kemudian disusukan pada stum mata tidur,
sehingga pada tanaman tersebut terdapat tiga buah tanaman (berkaki
tiga). Setelah sekitar tiga hingga enam bulan tanaman tersebut siap
dipasarkan dengan sebutan bibit polibeg berkaki tiga (three in one). Namun banyak juga bibit three in one tersebut diperdagangkan tanpa dilakukan okulasi (bibit seedling).
Pada
dasarnya bibit kaki tiga yang saat ini banyak beredar di pasaran belum
teruji secara empiris, sehingga belum diketahui keunggulan baik dari
segi pertumbuhan maupun produksinya. Penggunaan biji/batang lebih dari
satu untuk batang bawah yang telah dilakukan oleh penangkar sebenarnya
tujuannya untuk apa?
Kalau tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan, tidak perlu menggunakan biji/batang lebih dari satu. Pada
saat ini telah banyak klon-klon yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian
Karet yang mempunyai pertumbuhan cepat (matang sadap 39 bulan) dengan
produksi tinggi. Klon-klon tersebut dikelompokkan dalam Klon Penghasil Lateks-Kayu, seperti RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, dan IRR 119.
0 komentar:
Posting Komentar