Ilmu kimia berkembang dari tiga sumber, yaitu alchemy/alkimia, ilmu kedokteran dan kemajuan teknologi.
Alkimia adalah protosains yang menggabungkan unsur-unsur kimia,
fisika, astrologi, seni, semiotika, metalurgi, kedokteran, mistisisme,
dan agama.Kata alkimia berasal dari Bahasa Arabal-kimiya atau al-khimiya
(الكيمياء atau الخيمياء), yang mungkin dibentuk dari partikel al- dan
kata Bahasa Yunani khumeia (χυμεία) yang berarti “mencetak bersama”,
“menuangkan bersama”, “melebur”, “aloy”, dan lain-lain (dari khumatos,
“yang dituangkan, batang logam” ). Etimologi lain mengaitkan kata ini
dengan kata “Al Kemi”, yang berarti “Seni Mesir”, karena bangsa Mesir
Kuno menyebut negerinya “Kemi” dan dipandang sebagai penyihir sakti di
seluruh dunia kuno.[http://id.wikipedia.org/wiki/Alkemi]
Alkimia mulai menyebar melalui timur tengah sampai ke eropa, saat itu
alkimia sangat dipengaruhi oleh pemikiran barat. Alkimia sangat
dipengaruhi oleh ilmuwan-ilmuwan yunani yang menyatakan bahwa materi
dapat berubah menjadi material yang lain yang lebih sempurna. Selama
1500 tahun, tradisional alkimia mempelajari tetang materi dan
perubahannya. Mereka mencari berbagai cara untuk merubah material yang
tidak berharga seperti tembaga menjadi sesuatu yang sangat bernilai
seperti emas (transmutasi logam). Hal ini yang menyebabkan para ahli
alkimia melukis objek-objek tembaga dengan lapisan emas untuk membodohi
para pengikutnya.
Banyak penemuan dalam bidang alkimia yang sangat berarti dalam proses
kimia. Destilasi, perkolasi dan ekstrasi adalah beberapa metode penting
yang ditemukan dalam perkembangan alkimia.
Alkimia juga mempengaruhi praktek kedokteran di eropa. Sejak abad ke
13, destilasi tanaman herbal telah digunakan untuk pengobatan
tradisional. Paracelsus, seorang ahli alkimia dan fisikawan penting
dalam sejarah menyatakan bahwa tubuh manusia merupakan suatu sistem
kimia yang keseimbangan senyawa di dalamnya dapat digantikan oleh
obat-obatan/perawatan kedokteran. Pengikut paracelsus yang kemudian
menemukan mineral-drugs pada abad ke 17.
Selain dalam bidang alkimia dan kedokteran, ilmu kimia juga
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Selama ribuan tahun manusia
mencoba untuk mengembangkan teknologi yang dapat menghasilkan perubahan
material. Pembuatan tembikar, prose dying dan metalurgi turut memberikan
pengaruh terhadap pemikiran tentang perubahan material. Pada abad
pertengahan, teknologi pembuatan tepung, metalurgi, dan geologi mulai
didokumenkan. Banyak buku-buku yang menjelaskan tentang metode
pemurnian, assay dan penggunaan timbangan.
Ilmuwan yang berpikir filsafati,
diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari
ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami
sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya
bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu, maka proses pendidikan hendaknya bukan
sekedar untuk mencapai suatu tujuan akhir tapi juga mem-pelajari hal-hal yang
dilakukan untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
Sehingga, ilmuwan selain sebagai orang berilmu juga memiliki kearifan,
kebenaran, etika dan estetika.
Secara epistemologis dapat dikatakan bahwa
ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan hasil dari akumulasi pengetahuan
yang terjadi dengan pertumbuhan, pergan-tian dan penyerapan teori. Kemunculan
teori baru yang menguatkan teori lama akan memperkuat citra sains normal. Tetapi,
anomali dalam riset ilmiah yang tidak bisa dise-lesaikan oleh paradigma yang menjadi
referensi riset, menyebabkan berkembangnya paradigma baru yang bisa memecahkan
masalah dan membimbing riset berikutnya (mela-hirkan revolusi sains). Tumbuh
kembangnya teori dan pergeseran paradigma adalah po-la perkembangan yang biasa
dari sains yang telah matang. Berkembangnya peralatan analisis juga mendorong
semakin berkembangnya ilmu. Contoh epistemologi ilmu dimana terjadi perubahan
teori dan pergeseran paradigma terlihat pada perkembangan teori atom, teori
pewarisan sifat dan penemuan alam semesta.
Dalam perkembangan ilmu, suatu kekeliruan
mungkin terjadi terutama saat pembentukan paradigma baru. Tetapi, yang harus
dihindari adalah melakukan kesalahan yang lalu ditutupi dan diakui sebagai
kebenaran.
•
Perkembangan teori atom
Konsep atom
dicetuskan oleh Leucippus dan Democritus (abad ke-6 SM): materi (segala sesuatu di alam) secara fisik
disusun oleh sejumlah benda berukuran sangat kecil (atom). Atom merupakan partikel
yang sangat kecil, padat dan tidak bisa dibagi, bergerak dalam ruang dan
bersifat abadi. Menurut John Dalton
(1766–1844) setiap unsur kimia dibentuk oleh partikel yang tak bisa diurai
(atom).
Pergeseran paradigma terjadi ketika ternyata dibuktikan bahwa atom
masih bisa dibagi dan memiliki elektron (J.J. Thomson,1856–1940) dan proton (E.
Goldstein, 1886). Pengetahuan bahwa
atom bisa dibagi membuat ilmuwan lalu mereka-reka struktur atom. Thomson, menganalogikan
atom seperti roti tawar dengan kismisnya, dimana elektron dan partikel positif
terdistribusi merata. Dari penelitian E. Rutherford (1871-1937) disimpulkan bahwa
elektron mengorbit mengelilingi nukleus. Postulat ini diperbaiki oleh J.
Chadwick (1891–1974): atom memiliki
sebuah inti yang terdiri dari nuklei, dan elektron-elektron yang mengorbit
mengelilinginya; dan lalu disempurnakan oleh Niels Bohr yang mempertimbangkan
efek kuantisasi energi atom. Teori-teori atom dan strukturnya masih terus
disempurnakan. Saat ini mulai terjadi anomali yang menggugat paradigma yang sudah
ada. Murray Gell-Mann (1964) mengatakan, proton dan netron masih bisa dibagi
menjadi quark.
•
Perkembangan teori pewarisan sifat
Pemikiran
tentang pewarisan sifat sudah ada sejak jaman dulu. Plato dengan paham esensialismenya
menjelaskan, setiap orang merupakan bayangan dari tipe ideal. Esensinya,
manusia adalah sama dan keragaman di dunia tidak ada artinya.
Perkembangan
teori ini diawali dengan dilema yang dihadapi Darwin: apa penyebab variasi dan apa yang
mempertahankan variasi? Menurut F.
Galton, setiap anak menuju kecenderungan rata-rata dari sifat induknya. Sifat-sifat hereditas konti-nyu dan bercampur,
anak adalah rata-rata dari kedua orang tua, maka variasi tidak ada. Sementara menurut Darwin, keragamanlah yang
penting, bukan rata-rata tetapi Darwin belum bisa menjelaskan mengapa keragaman
tersebut bisa terjadi. Hipotesa
sementaranya menjelaskan bahwa kopi sel dari setiap jaringan yang dimasukkan ke dalam
darah (gemmules)-lah yang memproduksi keragaman ketika gemmule dibentuk dan
dikonversi kembali menjadi sel tubuh pada saat reproduksi. Tapi, perjalanan
sejarah ilmu perkembangan sel selanjutnya membuktikan bahwa hipotesis ini
salah. Mendell yang melakukan persilangan
kacang dan menghasilkan varietas yang berbeda, mulus dan keriput tapi tidak
ada yang di tengah-tengah, menyimpulkan bahwa sifat-sifat yang diturunkan bersifat
diskrit, ada yang dominan dan ada yang resesif, tapi tidak bisa bercampur. Teori
inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pe-ngembangan teori pewarisan
sifat.
•
Perkembangan teori tata surya
Prediksi peredaran
matahari, bintang, bulan dan gerhana sudah dilakukan bangsa Baylonia, 4000
tahun yang lalu. Kosmologi Yunani (4SM) menyatakan bumi pusat dan semua benda
langit mengitari bumi. Konsep ini dipatahkan Copernicus (1473-1543) yang menyatakan
bahwa matahari adalah pusat sistem tata surya dan bumi bergerak mengelinginya
dalam orbit lingkaran. Teori Copernicus menjadi lan-dasan awal pengembangan
ilmu tentang tata surya.
Seorang ilmuwan berada pada posisi dimana
dia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pada fakta (factual knowledge). Tetapi,
fakta itu tidak berarti walaupun bisa menjadi instrumen jika tidak
diaplikasikan. Aplikasi dari suatu kajian ilmu hendak-lah mempunyai nilai
kegunaan (aksiologis) yang memberi makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan yang
dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan
Kajian filsafat berkenaan dengan pencarian kebenaran fundamental. Seorang
ilmuwan, hendaklah mengkaji kebenaran fundamental dari suatu alternatif
pemecahan masalah yang disodorkannya. Seorang ilmuwan juga memiliki tanggung
jawab sosial untuk memberi perspektif yang benar terhadap suatu masalah yang
sedang dihadapi dan alternatif pemecahannya secara keilmuan kepada mayarakat
awam. Dengan penguasaan ilmunya, seorang ilmuwan juga hendaknya bisa
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seharusnya mereka
sadari.
Sebagai contoh, kajian ilmu bioteknologi, revolusi hijau (bibit unggul,
pestisida, pupuk kimia) dan tanaman transgenik telah meningkatkan factual knowledge yang dimi-liki. Tetapi,
ketika akan diaplikasikan ke masyarakat sebagai alternatif untuk mengatasi
masalah, misalnya aplikasi tanaman transgenik untuk mengatasi produksi pangan
yang terus menurun, maka kita perlu mempertanyakan kebenaran fundamental yang
ada dibelakangnya. Apa penyebab masalah yang sebenarnya? Apa saja alternatif
pemecahan ma-salahnya? Apakah alternatif
yang diajukan memang alternatif terbaik untuk mengatasi masalah? Bagaimana
kajian keuntungan dan resiko dari alternatif yang dipilih ini? Bagaimana
dampaknya terhadap kemanusiaan, lingkungan, ekonomi dan sistim sosial masyarakat?
Hal-hal ini harus dipelajari dan dijawab oleh ilmuwan sebelum alternatif ini
benar-benar dipilih untuk mengatasi suatu masalah. Sehingga tidak terjadi kasus
dimana aplikasi dari suatu factual
knowledge ternyata pada akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi manusia,
lingkungan, sosial ataupun aspek lain dari kehidupan masyarakat
Sejarah kimia dimulai lebih dari 4000 tahun yang lalu dimana bangsa
Mesir mengawali dengan the art of synthetic “wet” chemistry. 1000 tahun
SM, masyarakat purba telah menggunakan tehnologi yang akan menjadi dasar
terbentuknya berbagai macam cabang ilmu kimia. Ekstrasi logam dari
bijihnya, membuat keramik dan kaca, fermentasi bir dan anggur, membuat
pewarna untuk kosmetik dan lukisan, mengekstraksi bahan kimia dari
tumbuhan untuk obat-obatan dan parfum, membuat keju, pewarna, pakaian,
membuat paduan logam seperti perunggu.
Mereka tidak berusaha untuk memahami hakikat dan sifat materi yang
mereka gunakan serta perubahannya, sehingga pada zaman tersebut ilmu
kimia belum lahir. Tetapi dengan percobaan dan catatan hasilnya
merupakan sebuah langkah menuju ilmu pengetahuan.
Para ahli filsafat Yunani purba sudah mempunyai pemikiran bahwa
materi tersusun dari partikel-partikel yang jauh lebih kecil yang tidak
dapat dibagi-bagi lagi (atomos). Namun konsep tersebut hanyalah
pemikiran yang tidak ditunjang oleh eksperimen, sehingga belum pantas
disebut sebagai teori kimia.
Ilmu kimia sebagai ilmu yang melibatkan kegiatan ilmiah dilahirkan
oleh para ilmuwan muslim bangsa Arab dan Persia pada abad ke-8. Salah
seorang bapak ilmu kimia yang terkemuka adalah Jabir ibn Hayyan
(700-778), yang lebih dikenal di Eropa dengan nama Latinnya, Geber. Ilmu
yang bari itu diberi nama al-kimiya (bahasa Arab yang berarti
“perubahan materi”). Dari kata al-kimiya inilah segala bangsa di muka
bumi ini meminjam istilah: alchemi (Latin), chemistry (Inggris), chimie
(Perancis), chemie (Jerman), chimica (Italia) dan kimia (Indonesia).
Sejarah kimia dapat dianggap dimulai dengan pembedaan kimia dengan
alkimia oleh Robert Boyle (1627–1691) melalui karyanya The Sceptical
Chymist (1661). Baik alkimia maupun kimia mempelajari sifat materi dan
perubahan-perubahannya tapi, kebalikan dengan alkimiawan, kimiawan
menerapkan metode ilmiah.
Pada tahun 1789 terjadilah dua jenis revolusi besar di Perancis yang
mempunyai dampak bagi perkembangan sejarah dunia. Pertama, revolusi di
bidang politik tatkala penjara Bastille diserbu rakyat dan hal ini
mengawali tumbuhnya demokrasi di Eropa. Kedua, revolusi di bidang ilmu
tatkala Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) menerbitkan bukunya,
Traite Elementaire de Chimie, hal ini mengawali tumbuhnya kimia modern.
Dalam bukunya Lavoisier mengembangkan hukum kekekalan massa. Penemuan
unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan
diciptakannya tabel periodik unsur kimia oleh Dmitri Mendeleyev pada
tahun 1869.
Akar ilmu kimia dapat dilacak hingga fenomena pembakaran. Api
merupakan kekuatan mistik yang mengubah suatu zat menjadi zat lain dan
karenanya merupakan perhatian utama umat manusia. Adalah api yang
menuntun manusia pada penemuan besi dan gelas. Setelah emas ditemukan
dan menjadi logam berharga, banyak orang yang tertarik menemukan metode
yang dapat merubah zat lain menjadi emas. Hal ini menciptakan suatu
protosains yang disebut Alkimia. Alkimia dipraktikkan oleh banyak
kebudayaan sepanjang sejarah dan sering mengandung campuran filsafat,
mistisisme, dan protosains.
Alkimiawan menemukan banyak proses kimia yang menuntun pada pengembangan
kimia modern. Seiring berjalannya sejarah, alkimiawan-alkimiawan
terkemuka (terutama Abu Musa Jabir bin Hayyan dan Paracelsus)
mengembangkan alkimia menjauh dari filsafat dan mistisisme dan
mengembangkan pendekatan yang lebih sistematik dan ilmiah. Alkimiawan
pertama yang dianggap menerapkan metode ilmiah terhadap alkimia dan
membedakan kimia dan alkimia adalah Robert Boyle (1627–1691). Walaupun
demikian, kimia seperti yang kita ketahui sekarang diciptakan oleh
Antoine Lavoisier dengan hukum kekekalan massanya pada tahun 1783.
Penemuan unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai
puncaknya dengan diciptakannya tabel periodik unsur kimia oleh Dmitri
Mendeleyev pada tahun 1869.
Penghargaan Nobel dalam Kimia yang diciptakan pada tahun 1901 memberikan
gambaran bagus mengenai penemuan kimia selama 100 tahun terakhir. Pada
bagian awal abad ke-20, sifat subatomik atom diungkapkan dan ilmu
mekanika kuantum mulai menjelaskan sifat fisik ikatan kimia. Pada
pertengahan abad ke-20, kimia telah berkembang sampai dapat memahami dan
memprediksi aspek-aspek biologi yang melebar ke bidang biokimia.
Industri kimia mewakili suatu aktivitas ekonomi yang penting. Pada tahun
2004, produsen bahan kimia 50 teratas global memiliki penjualan
mencapai 587 bilyun dolar AS dengan margin keuntungan 8,1% dan
pengeluaran riset dan pengembangan 2,1% dari total penjualan
http://putrihoppyarani.blog.ugm.ac.id/2012/01/08/perkembangan-sejarah-kimia/
0 komentar:
Posting Komentar