GAMBARAN FAKTOR RESIKO PADA PASIEN PENYAKIT
GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RUANG X.A
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
Hj.Euis Nurhayati,Dra.,M.Kes dan Isni Nuraini
GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RUANG X.A
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
Hj.Euis Nurhayati,Dra.,M.Kes dan Isni Nuraini
Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Diubah
Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata dari 30 responden yang dilakukan penelitian
terdapat 15 pasien yang mempunyai riwayat keturunan penyakit Gagal Jantung Kongestif pada
keluarganya atau setengahnya (50%). Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis penyakit jantung serta pertimbangannya penting dalam diagnosis,
penatalaksanannya dan pencegahannya. Seperti kebanyakan penelitian genetika, riwayat keluarga yang adekuat penting untuk menilai kemungkinan peranan hereditas dalam penyakit jantung. (Kaplan, 1994, hlm. 121).
Pada faktor jenis kelamin, dari 30 responden sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 16 orang (53,33%). Menurut Smeltzer (2002), angka kematian pada
semua umur laki-laki lebih tinggi daripada angka kematian wanita karena tingkat estrogen pada
wanita dapat melindungi dari penyakit jantung, namun penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 oleh perkumpulan ahli jantung di Amerika, mengemukakan bahwa memang semula penyakit jantung kebanyakan diderita oleh kaum laki-laki, dihubungkan dengan kebiasaan merokok, minuman keras serta akivitas yang lebih tinggi. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, penyakit mematikan ini juga menjadi penyebab kematian nomor satu pada perempuan. Mungkin ada hubungannya dengan gaya hidup perempuan yang kini hampir sama dengan laki-laki. Pada masa reproduksi kemungkinan perempuan terkena penyakit Gagal Jantung Kongestif jauh lebih kecil dibanding laki-laki, dengan rasio 1 : 7, namun memasuki masa menopause, risikonya meningkat menyamai laki-laki. Banyak faktor berperan dalam mempercepat terjadinya penyakit jantung pada wanita. Pertambahan usia menyebabkan penuaan pada sel-sel tubuh, termasuk sel jantung dan pembuluh darah. Ini akan meningkatkan kejadian dan proses terjadinya penyakit Gagal Jantung Kongestif. (2007, http://www.Perempuan Penderita Jantung Meningkat.com, diperoleh tanggal 28Agustus 2009).
Pada faktor usia, menurut hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden, setengahnya
pasien yang mempunyai penyakit jantung berada pada rentan usia antara 40-59 tahun (50%).
Hampir setengahnya pasien yang berada pada usia < 40 tahun sejumlah 9 orang (30%). Sedangkan sebagian kecil yang berada pada usia > 60 tahun yaitu sebanyak 6 orang (20%).
penelitian ini sangat sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Yoseph Chandra,
M.Kes tentang Hubungan Usia Terhadap Penyakit Gagal Jantung Kongestif, bahwa usia yang
paling rentan pada penyakit jantung adalah usia antara 30-90 tahun.
terdapat 15 pasien yang mempunyai riwayat keturunan penyakit Gagal Jantung Kongestif pada
keluarganya atau setengahnya (50%). Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis penyakit jantung serta pertimbangannya penting dalam diagnosis,
penatalaksanannya dan pencegahannya. Seperti kebanyakan penelitian genetika, riwayat keluarga yang adekuat penting untuk menilai kemungkinan peranan hereditas dalam penyakit jantung. (Kaplan, 1994, hlm. 121).
Pada faktor jenis kelamin, dari 30 responden sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 16 orang (53,33%). Menurut Smeltzer (2002), angka kematian pada
semua umur laki-laki lebih tinggi daripada angka kematian wanita karena tingkat estrogen pada
wanita dapat melindungi dari penyakit jantung, namun penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 oleh perkumpulan ahli jantung di Amerika, mengemukakan bahwa memang semula penyakit jantung kebanyakan diderita oleh kaum laki-laki, dihubungkan dengan kebiasaan merokok, minuman keras serta akivitas yang lebih tinggi. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, penyakit mematikan ini juga menjadi penyebab kematian nomor satu pada perempuan. Mungkin ada hubungannya dengan gaya hidup perempuan yang kini hampir sama dengan laki-laki. Pada masa reproduksi kemungkinan perempuan terkena penyakit Gagal Jantung Kongestif jauh lebih kecil dibanding laki-laki, dengan rasio 1 : 7, namun memasuki masa menopause, risikonya meningkat menyamai laki-laki. Banyak faktor berperan dalam mempercepat terjadinya penyakit jantung pada wanita. Pertambahan usia menyebabkan penuaan pada sel-sel tubuh, termasuk sel jantung dan pembuluh darah. Ini akan meningkatkan kejadian dan proses terjadinya penyakit Gagal Jantung Kongestif. (2007, http://www.Perempuan Penderita Jantung Meningkat.com, diperoleh tanggal 28Agustus 2009).
Pada faktor usia, menurut hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden, setengahnya
pasien yang mempunyai penyakit jantung berada pada rentan usia antara 40-59 tahun (50%).
Hampir setengahnya pasien yang berada pada usia < 40 tahun sejumlah 9 orang (30%). Sedangkan sebagian kecil yang berada pada usia > 60 tahun yaitu sebanyak 6 orang (20%).
penelitian ini sangat sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Yoseph Chandra,
M.Kes tentang Hubungan Usia Terhadap Penyakit Gagal Jantung Kongestif, bahwa usia yang
paling rentan pada penyakit jantung adalah usia antara 30-90 tahun.
Faktor Resiko Yang Dapat Diubah
Pada faktor pola makan, dari 30 responden, hampir seluruhnya yang memiliki pola makan yang tidak baik sejumlah 29 orang (96,67%). Menurut Moore (1997), pola makan merupakan faktor pemicu yang paling berpengaruh terhadap terjadinya penyakit Gagal Jantung Kongestif, pola makan yang tidak baik salah satunya yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol dapat mempercepat terjadinya penyakit tersebut karena makanan berkolesterol banyak tertimbun dalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis yang menjadi pemicu penyakit jantung. Pada faktor kebiasaan merokok, dari 30 responden sebagian besar pasien yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu sejumlah 16 orang (53,3%). Kebiasaan merokok memang dapat menjadi penyebab utama terjadinya penyakit jantung. Menurut Christopher Amos, seorang profesor dari pusat kardiologi di Houston Amerika Serikat dalam penelitiannya menyatakan bahwa orang yang pernah menghisap rokok beresiko 3 kali lebih tinggi menderita penyakit jantung.
Pada faktor riwayat Obessitas, dari 30 responden hampir setengahnya pasien Gagal Jantung
Kongestif yang mempunyai riwayat Obessitas sejumlah 13 orang (43,3%). Obessitas merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (Kardiovaskuler). Pasalnya, Obessitas menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena dengan bertambah besar tubuh seseorang maka jantung harus bekerja lebih keras memompakan darah ke seluruh jeringan tubuh. Bila kemampuan kerja jantung sudah terlampaui, terjadilah yang disebut gagal jantung. (2008,http://www.artikel obesitas terhadap penyakit jantung.com, diperoleh tanggal 10 Januari 2009).
Pada faktor riwayat Diabetes Mellitus, dari 30 responden, yang mempunyai riwayat penyakit
tersebut sejumlah 15 orang atau setengahnya (50%). Menurut Smeltzer (2002), diabetesi
(penderita diabetes) memang berisiko mengalami disfungsi jantung. Diabetesi sering mengalami
kekurangan kandungan insulin di dalam tubuhnya. Akibatnya lemak di dalam badan sukar
dihancurkan sewaktu metabolisme tubuh berjalan. Saluran darah menjadi sempit dan
mengurangkan suplai darah ke jantung. Semakin lama, pembuluh darah semakin menyempit dan berakibat gagal jantung. Pada faktor kurangnya aktifitas fisik, dari 30 responden hampir seluruhnya pasien yang tidak berolahraga secara rutin sejumlah 27 orang (90%). Hal ini sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit Gagal Jantung Kongestif, karena seseorang yang kurang melakukan aktifitas fisik akan berpengaruh terhadap kerja jantung.
Pada faktor riwayat Hipertensi, dari 30 responden yang mempunyai riwayat penyakit tersebut
sejumlah 20 orang atau sebagian besar (66,7%). Riwayat Hipertensi juga merupakan salah satu
pemicu terjadinya Gagal Jantung Kongestif, karena apabila Hipertensi jantung seolah dipaksauntuk memompa dengan sangat kuat untuk mendorong darah ke dalam arteri. Lama-lama otot jantung menebal. Padahal penebalan atau pembesaran jantung ini mengakibatkan irama jantung menjadi kaku sehingga irama denyut nadi tidak teratur. Pemompaan yang kurang efektif ini bisa mengakibatkan gagal jantung. (Dr. Aziza, L, 2008, http://www. Definisi dan klasifikasi hipertensi.com, diperoleh tanggal 31 Maret 2009).
Pada faktor pola makan, dari 30 responden, hampir seluruhnya yang memiliki pola makan yang tidak baik sejumlah 29 orang (96,67%). Menurut Moore (1997), pola makan merupakan faktor pemicu yang paling berpengaruh terhadap terjadinya penyakit Gagal Jantung Kongestif, pola makan yang tidak baik salah satunya yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol dapat mempercepat terjadinya penyakit tersebut karena makanan berkolesterol banyak tertimbun dalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis yang menjadi pemicu penyakit jantung. Pada faktor kebiasaan merokok, dari 30 responden sebagian besar pasien yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu sejumlah 16 orang (53,3%). Kebiasaan merokok memang dapat menjadi penyebab utama terjadinya penyakit jantung. Menurut Christopher Amos, seorang profesor dari pusat kardiologi di Houston Amerika Serikat dalam penelitiannya menyatakan bahwa orang yang pernah menghisap rokok beresiko 3 kali lebih tinggi menderita penyakit jantung.
Pada faktor riwayat Obessitas, dari 30 responden hampir setengahnya pasien Gagal Jantung
Kongestif yang mempunyai riwayat Obessitas sejumlah 13 orang (43,3%). Obessitas merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (Kardiovaskuler). Pasalnya, Obessitas menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena dengan bertambah besar tubuh seseorang maka jantung harus bekerja lebih keras memompakan darah ke seluruh jeringan tubuh. Bila kemampuan kerja jantung sudah terlampaui, terjadilah yang disebut gagal jantung. (2008,http://www.artikel obesitas terhadap penyakit jantung.com, diperoleh tanggal 10 Januari 2009).
Pada faktor riwayat Diabetes Mellitus, dari 30 responden, yang mempunyai riwayat penyakit
tersebut sejumlah 15 orang atau setengahnya (50%). Menurut Smeltzer (2002), diabetesi
(penderita diabetes) memang berisiko mengalami disfungsi jantung. Diabetesi sering mengalami
kekurangan kandungan insulin di dalam tubuhnya. Akibatnya lemak di dalam badan sukar
dihancurkan sewaktu metabolisme tubuh berjalan. Saluran darah menjadi sempit dan
mengurangkan suplai darah ke jantung. Semakin lama, pembuluh darah semakin menyempit dan berakibat gagal jantung. Pada faktor kurangnya aktifitas fisik, dari 30 responden hampir seluruhnya pasien yang tidak berolahraga secara rutin sejumlah 27 orang (90%). Hal ini sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit Gagal Jantung Kongestif, karena seseorang yang kurang melakukan aktifitas fisik akan berpengaruh terhadap kerja jantung.
Pada faktor riwayat Hipertensi, dari 30 responden yang mempunyai riwayat penyakit tersebut
sejumlah 20 orang atau sebagian besar (66,7%). Riwayat Hipertensi juga merupakan salah satu
pemicu terjadinya Gagal Jantung Kongestif, karena apabila Hipertensi jantung seolah dipaksauntuk memompa dengan sangat kuat untuk mendorong darah ke dalam arteri. Lama-lama otot jantung menebal. Padahal penebalan atau pembesaran jantung ini mengakibatkan irama jantung menjadi kaku sehingga irama denyut nadi tidak teratur. Pemompaan yang kurang efektif ini bisa mengakibatkan gagal jantung. (Dr. Aziza, L, 2008, http://www. Definisi dan klasifikasi hipertensi.com, diperoleh tanggal 31 Maret 2009).
1 komentar:
v
Posting Komentar