hai... blogger | Members area : Register | Sign in

ingin blog anda dapat iklan KLIK GAMBAR DIBAWAH INI !!!

Online Job for All. Work from home computer.

waktu waktu yang haram untuk sholat

Dari Uqbah bin Amir radhiyallaahu anhu beliau berkata :
“Tiga waktu yang Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam melarang kami untuk mengerjakan shalat atau menguburkan orang mati pada waktu tersebut :
  1. Ketika terbit matahari dalam keadaan terang hingga meninggi
  2. Waktu ketika orang berdiri tegak tidak memiliki bayangan hingga condongnya matahari ke arah barat
  3. Ketika matahari mengalami proses untuk tengegelam hingga hilangnya bulatan matahari di ufuk barat” (Shahih, HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam menjelaskan alasan pelarangan waktu-waktu ini dalam sabdanya kepada Amr bin Abasah :
“Tegakkanlah sholat shubuh kemudian berhentilah mengerjakan sholat, hingga matahari terbit dan agak meninggi, karena terbitnya matahari pada waktu itu di antara dua tanduk setan, dan ketika itu [sebagian] orang-orang kafir [penyembah matahari] sujud kepada matahari, kemudian setelah itu kerjakankah sholat, karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat], hingga hilangnya bayang-bayang pada sebuah tombak, kemudian tahanlah diri dari mengerjakan sholat, karena saat itu neraka jahannam sedang dibakar, kemudian jika telah muncul bayang-bayang maka kerjakanlah sholat [sunnah] karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat], hingga engkau mengerjakan sholat ashar, kemudian berhentilah mengerjakan sholat sampai matahari benar-benar tenggelam, karena waktu itu tenggelamnya matahari diantara dua tanduk setan, dan pada saat itu orang-orang kafir [penyembah matahari] bersujud menyembah matahari. (Shahih, HR. Muslim)
Sholat apa yang dimaksud dalam hadits-hadits di atas?
Ini adalah perkara yang diperselisihkan. Ulama berpendapat :
  1. Semua sholat.
  2. Sholat sunnah mutlaq, yaitu sholat sunnah yang tidak terikat waktu. Sebagaimana kita ketahui, sholat sunnah ada dua macam [1] Sholat Sunnah Muthlaq [2] Sholat Dzatul Asbab, yaitu sholat yang dikerjakan karena sebab, seperti : sholat tahiyyatul masjid, sholat sunnah wudhu’, sholat dhuha, dan sebagainya. Maka dari dua jenis sholat sunnah ini, yang terlarang untuk dikerjakan pada waktu-waktu di atas hanyalah sholat sunnah muthlaq. Dan inilah pendapat yang rajih dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dengan tetap menghormati pendapat pertama.
Termasuk sholat yang boleh dikerjakan pada waktu-waktu terlarang adalah sholat fardhu yang dikerjakan terlambat, karena adanya udzur seperti tertidur. Misalnya, seseorang yang terbangun pada saat matahari pada saat proses terbit, maka boleh baginya mengerjakan sholat untuk mengganti sholat shubuh tanpa harus menunggu selesainya matahari terbit.
Lamanya waktu terlarang sholat
Perlu diketahui bahwa waktu ketika proses matahari terbit dan tenggelam, dan pada saat berada di tengah-tengah (pada titik kulminasi) hanya beberapa menit saja (hanya 1 derajat = 4 menit dalam ilmu falak), sehingga untuk menunggunya tidak lama.
Berkaitan dengan hadits Amr bin Abasah, terdapat tambahan waktu terlarang, yaitu selepas shalat shubuh dan selepas sholat Ashar. Inilah waktu yang panjang.
Penjelasan mengenai dua tanduk setan dan perilaku penyembah matahari
Yang dimaksud dengan dua tanduk setan, adalah dua tanduk iblis. Dan ini dalil bahwa iblis memiliki dua tanduk, dan ketika matahari sedang terbit maupun tenggelam, iblis mendatangi matahari sehingga seolah-olah matahari terbit di antara dua tanduknya. Hadits ini menjadi dalil pula bahwa sebagian manusia ada yang menyembah matahari. Kenyataan juga menunjukkan akan adanya hal ini. Dan hadits ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir yang menyembah matahari hakikatnya adalah menyembah setan.
Seputar mukholafatul kuffar
Hadits ini menjadi dalil bahwa menyerupai orang kafir adalah terlarang, meskipun hal itu dilaksanakan dengan tidak ada niat untuk menyerupai orang kafir. Dan tidak bisa kita bayangkan ada seorang muslim yang mengerjakan sholat di saat matahari terbit dengan niat untuk menyerupai orang kafir. Tidak mungkin ada. Maka seandainya sholat pada saat matahari terbit terlarang hanya bagi seorang muslim yang memiliki niat untuk menyembah matahari, hadits ini sia-sia dan tidak ada manfaatnya. Karena tidak mungkin ada.
Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rahimahullah menyimpulkan bahwa menyerupai orang kafir adalah terlarang, meskipun tidak ada niat untuk menyerupai orang kafir. Sebagian orang berpendapat bahwa menyerupai orang kafir hanya terlarang jika ada niat, dengan dalil hadits “innamal a’maalu bin niyat”. Maka hal ini tertolak dengan berbagai hadits yang melarang menyerupai orang kafir.
Aqidah ahlussunnah : Neraka sudah diciptakan
Hadits ini menjadi dalil bagi aqidah ahlussunnah bahwa neraka sudah diciptakan. Bantahan bagi aqidah mu’tazilah yang meyakini bahwa neraka baru diciptakan setelah kiamat terjadi.
Hadits ini juga menjelaskan mengapa pada saat matahari berada di tengah-tengah, udara menjadi sangat panas. Jawabnya adalah karena pada saat itu neraka sedang dibakar.
Dianjurkannya sholat sunnah muthlaq
Hadits ini menjadi dalil disyariatkannya sholat sunnah muthlaq. Karena lafadznya “Kemudian setelah itu kerjakankah sholat, karena sesungguhnya sholat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri [oleh malaikat]“. Nabi tidak membatasi berapa jumlah rakaat. Ini menjadi dalil bagi disyariatkannya sholat sunnah muthlaq.
Kesimpulan waktu-waktu terlarang sholat
Kesimpulannya, waktu yang terlarang untuk sholat ada 5 :
  1. Ketika matahari dalam proses terbit
  2. Ketika matahari berada di tengah-tengah
  3. Ketika matahari dalam proses tenggelam. Tiga waktu ini adalah waktu yang singkat.
  4. Setelah selesai sholat Shubuh
  5. Setelah selesai sholat Ashar. Dua waktu ini adalah waktu yang panjang.
Larangan mengerjakan sholat di atas dikecualikan bagi tempat dan waktu berikut :
  1. Waktu yang dikecualikan yaitu pada saat matahari berada di tengah-tengah pada hari Jum’at. Berdasarkan hadits Nabi shallallaahu alaihi wa sallam: “Tidaklah seseorang itu mandi pada hari Jum’at kemudian ia membersihkan diri sebersih mungkin, dan ia memakai minyak [rambut], danm emakai minyak wangi yang ada di rumahnya, kemudian ia keluar menuu masjid dan tidak memisahkan [melangkah] antara dua orang (kecuali jika dua orang ini tidak mau mengisi shaf yang kosong di depannya -ed), kemudian ia sholat sebanyak yang telah ditetapkan (sebanyak mungkin), kemudian ia diam ketika imam telah berkhutbah, maka Allah akan memberikan ampunan baginya, antara hari Jum’at itu hingga Jum’at berikutnya.” (Shahih, HR. Bukhari) Maka Nabi menganjurkan untuk mengerjakan sholat sebanyak-banyaknya, dan tidak melarangnya kecuali ketika imam telah datang. Oleh karena itu beberapa ulama salaf diantaranya Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu, dan diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal : “Datangnya Imam mencegah shalat, dan khutbahnya imam mencegah berbicara [selain khutbah]” Maka mereka (para salaf) menetapkan bahwa yang mencegah sholat sunnah adalah datangnya imam, dan bukan pertengahannya siang.
  2. Tempat yang dikecualikan yaitu Makkah, semoga ALlah menambahkan kemuliaan dankeagungan kota tersebut, maka tidak dimakruhkan sholat pada waktu manapun dari waktu-waktu terlarang tersebut. Dalilnya adalah sabda Nabi shollallaahu alaihi wa sallam : “Wahai Bani Abdi Manaf, janganlah kalian menghalangi seorangpun untuk thowaf  di rumah ini (Baitullah) dan sholat di waktu kapanpun baik malam maupun siang” (Shahih, HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Nasa’i)
Dan sholat yang terlarang pada waktu-waktu di atas ialah sholat tathawwu’ (sunnah) muthlaq yang tidak memiliki sebab atasnya, sedangkan sholat Qadhaul Fawaid, yaitu pengganti baik itu untuk sholat wajib maupun nafilah, berdasarkan sabda Nabi shollallaahu alaihi wa sallam :
“Barangsiapa yang terlupa satu sholat maka hendaklah ia sholat pada saat ia ingat, tidak ada kafarah bagi sholat tersebut kecuali sholat di waktu itu” (Muttafaq ‘alaih)
Sebagimana bolehnya mengerjakan sholat setelah wudhu’ di waktu kapanpun, berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu : Dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau berkata kepada Bilal setelah sholat Shubuh, “Wahai Bilal beritahukan kepadaku suatu amalan yang paling engkau andalkan dalam Islam, karena sesungguhnya aku mendengar suara dua sandalmu ada didepanku di surga (dalam mimpi beliau -pent)”. Bilal pun berkata, “Tidak ada satu amalan yang aku andalkan daripada tidaklah aku berwudhu di waktu kapanpun baik di waktu malam maupun siang, kecuali aku sholat dengan wudhu’ tersebut sebanyak yang aku bisa lakukan”
Seputar hari Jum’at
Kata “Jum’at” bisa dibaca [1] Jum’at [2] Jumu’at [3] Juma’at. Berasal dari kata Al-Jama’i yaitu terkumpul, karena pada waktu itu manusia berkumpul mengerjakan sholat. Nama ini muncul di masa Islam, di masa jahiliyyah hari Jumat disebut dengan  ’Arubah.
Seputar mandi Jum’at
Sejak kapankah mandi itu terhitung mandi apda hari Jum’at ? Jawabannya sejak masuknya Al-Yaum (hari) secara syar’i, yaitu saat terbitnya fajar shadiq. Dalilnya adalah perintah shaum selama yaum, yaitu saat terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari. Bukan yaum dalam bahasa, yaitu sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Maka dari itu barangsiapa yang mandi sebelum terbit fajar, maka belum disebut melaksanakan mandi Jum’at. Hal ini menjadi dalil bagi salah satu fungsi fajar, yaitu sebagai tolak ukur mandi Jum’at.
Hadits ini dalil bahwa mandi Jum’at yang dianjurkan ialah mandi menjelang berangkat menuju masjid.
Anjuran memperbanyak sholat sunnah ketika menunggu imam datang
Dalil dianjurkannya memperbanyak sholat sunnah ketika menunggu khutbah. Ini menjadi dalil pula bagi pertanyaan : Manakah yang lebih afdhol, memperbanyak bacaan Al-Qur’an atau memperbanyak sholat sunnah ? Maka jawabannya, memperbanyak sholat sunnah lebih utama pada waktu ini. Jika ada yang beralasan dengan capek, maka jawabannya sholat sunnah nafilah boleh dikerjakan sambil duduk, sebagai pengganti berdiri. Sedangkan sujud tetap dilakukan dengan sujud sebagaimana biasa.
Siapa yang berhak menjadi imam Jum’at ?
Dalam hadits ini khotib disebut dengan “Imam”, menunjukkan dianjurkan bagi khotib untuk menjadi imam sekaligus. Namun ini adalah masalah afdholiyyah. Seandainya khotib dan imam adalah orang yang berlainan maka boleh. Jika ada yang beralasan bahwa khotib dan imam adalah satu orang pada zaman Nabi, maka jawabannya adalah ini bentuk fi’il (perbuatan) Nabi. Dan dalam kaidah fiqh, perbuatan Nabi semata menunjukkan anjuran dan bukan kewajiban. Bahkan, terkadang lebih afdhol seadndainya imam dan khotib berlainan orang, yaitu ketika masjid tersebut memiliki imam tetap. Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam melarang menjadi imam, jika di suatu masjid terdapat imam yang “menguasai” masjid tersebut.
Sebagian orang menangkap perkataan Umar dengan letterlag. Jika khotib telah datang, meskipun datangnya setengah jam sebelum khotbah dimulai, maka tidak ada anjuran memperbanyak sholat sunnah. Maka perkataan ini hendaknya dipahami dengan melihat maknanya, karena keadaan dan sikap Imam di  masa salaf berbeda di masa sekarang. Di masa salaf, khotib datang ke masjid menjelang naik ke mimbar. Sedangkan, di masa sekarang justru terbalik. Yang bukan khotib malah “nelat”. Bahkan, di sebagian tempat, khotib yang datang lebih dulu dan ia yang menggelar tikar sendiri (!).
Maka, sholat sunnah tidak dianjurkan, ketika telah memasuki detik-detik pelaksanaan sholat Jum’at.
Memahami perkataan salaf dengan konteksnya
Misalnya ada perkataan salaf, “Lebih baik aku bertetangga dengan kera dan babi daripada bertetangga dengan ahli bid’ah”. Jika ini dipraktekkan letterlag maka ia akan benar-benar hidup bersama kera dan babi di masa sekarang alias hidup di tengah hutan. Maka harus difahami konteksnya, yaitu ini adalah perkataan muballaghah (hiperbola) seputar interaksi dengan ahli bid’ah dan peringatan untuk menjauhi perbuatan bid’ah.
Masjidil Haram tidak memiliki jam tutup
Dalam rangka mengamalkan hadits di atas, Masjidil Haram tidak memiliki jam tutup. Sedangkan, Masjid Nabawi memiliki jam standar jam 9 sampai 3 pagi tutup. Jika banyak orang, maka ditutup jam 11 malam.
Bolehnya mengerjakan sholat sunnah nafilah
Adapun dalil bagi bolehnya mengqodho’ sholat sunah nafilah, ialah perbuatan Nabi yang membolehkan shahabat yang mengerjakan sholat selepas sholat Shubuh, kemudian ketika ditanya Nabi “Sholat apa yang engkau kerjakan?” Shahabat itu menjawab, “Aku mengganti sholat qobliyah shubuh yang terlewat”.
Sholat setelah wudhu’ tidak terbatas bilangan dan waktu
Dalil bahwa Sholat setelah wudhu’ bisa dikerjakan di setiap saat dan tidak memiliki batasan bilangan, karena Nabi shollallaahu alaihi wa sallam tidak melarang perbuatan Bilal tersebut.

0 komentar:

Online Job for All. Work from home computer.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger.....