Muhammad terus bekerja keras
untuk menata masyarakat. Kehidupan umat Islam di Madinah semakin baik.
Setelah menang di Perang Badar, mereka makin disegani kabilah-kabilah
Arab. Perdagangan maupun pertanian berjalan lancar. Rongrongan Yahudi,
untuk sementara, telah diatasi. Hal itu memudahkan Rasul untuk menyeru
masyarakat untuk berperilaku lebih baik. Seruan yang bergema sampai
sekarang, bahkan masa mendatang.
Suasana damai tersebut bukan
tanpa ancaman. Di Mekah, kaum Qurais menggalang kekuatan besar. Bagi
mereka, kuatnya muslim adalah duri yang harus disingkirkan. Apalagi,
Madinah berada di tengah jalur perdagangan Mekah-Syam. Maka, Abu Sofyan
menggalang kekuatan 3000 orang, termasuk 100 orang asal Thaqif. Sekitar
700 orang diantarany mengenakan baju besi, dan 200 orang pasukan
berkuda. Sebanyak 3000 unta mendukung serangan itu.
Muhammad dan masyarakat Muslim
tak tahu rencana itu. Sampai kemudian Muhammad menerima surat dari
pamannya yang masih kafir, Abbas bin Abdul Muthalib, yang membocorkan
rencana tersebut. Orang dari Ghifar yang menjadi kurir Abbas menemui
Muhammad di Masjid Quba. Ubay bin Ka'b diminta Muhammad membaca surat
itu. Mereka kemudian kembali Madinah, membahas ancaman Qurais. Anas dan
Mu'nis anak Fudzala yang diminta menyelidiki keadaan, melaporkan bahwa
musuh telah berada di sekitar Uhud, pinggiran kota Madinah.
Perdebatan berlangsung. Muhammad
cenderung untuk bertahan di Madinah. Demikian pula para orang-orang tua
asli Madinah, apalagi orang-orang Yahudi. Namun para anak muda
--terutama yang belum ikut Perang Badar-mendesak agar mereka menyongsong
musuh. Suara terbanyak menghendaki itu. Rasul pun mengalah pada
keinginan demokratis tersebut.
Hari itu hari Jumat. Muhammad
mengimami salat Jumat, kemudian kembali ke kamarnya. Abu Bakar dan Umar
menyusul masuk, membantu Muhammad mengenakan sorban dan baju besinya.
Rasulullah saat itu berusia sekitar 58 tahun. Ia memimpin sendiri
pasukannya yang berkekuatan 700-an orang. Mereka segera menuju bukit
Uhud. Sebanyak 50 orang ditugasi Muhammad untuk menjadi pemanah. Mereka
harus menempati posisi di lereng bukit, tanpa boleh pergi, kecuali
diperintahkan Muhammad.
Kaum Yahudi juga telah
menyiapkan pasukan. Muhammad melarang pasukannya, "minta pertolongan
orang musrik untuk melawan orang musrik." Benar, pasukan Yahudi -yang
semestinya juga harus ikut mempertahankan Madinah-membubarkan diri.
Malam itu, mereka bersiaga di
lereng-lereng Uhud. Rasul pun menyerahkan pedangnya pada Abu Dujana.
Pagi hari tanggal 15 Syawal, tahun kelima Hijriah, darah mulai tumpah
setelah Ali berduel dengan komandan pasukan Qurais, Talha anak Abu
Talha. Talha tewas seketika. Selanjutnya, Ali, Hamzah dan Abu Dudjana
terus berkelebat tak tertahankan. Pedang Rasul menghantam orang-orang
Qurais. Bahkan sudah di atas kepala Hindun, namun Abu Dudjana
mengurungkan. Ia mengaku tak tega membunuh perempuan, meskipun perempuan
itulah yang telah mengobarkan perang.
Hindun memimpin barisan
perempuan yang membawa tambur dan bersorak-sorai menyemangati kaum
Qurais. Mereka meneriakkan syair-syarir. Antara lain, yang dikutip
Haekal, "Kamu maju, kami peluk dan kami hamparkan kasur yang empuk; atau
kamu mundur kita berpisah. Berpisah tanpa cinta."
Keputusan Abu Dudjana keliru.
Hindun ternyata mengorganisasikan para budak, termasuk Wahsyi -budaknya
asal Ethiopia. Bila berhasil membunuh Hamzah yang telah menewaskan ayah
Hindun di Perang Badar, mereka akan dimerdekakan dari perbudakan. Wahsyi
berhasil menghunjamkan tombaknya menembus perut bagian bawah. Tombak
terus menancap sampai paman Nabi itu wafat. Konon, Hindun kemudian
membelah dada Hamzah dan memakan jantung korban.
Bayang-bayang Perang Badar
seperti kembali terlihat, pagi itu. Kaum Qurais mulai kalang-kabut
meninggalkan arena. Orang-orang Islam mengejar-kejar mereka. Namun
kemudian mereka tergoda oleh harta jarahan. Mereka segera berebut harta
yang ditinggalkan orang-orang Qurais. Para pemanah di puncak-puncak
bukit pun berlarian mengejar barang jarahan. Abdullah bin Juzair
mengingatkan mereka untuk tidak meninggalkan pos, namun mereka tak
peduli.
Di saat demikian, pasukan
berkuda Qurais pimpinan Khalid bin Walid memutar bukit melakukan
serangan balik. Pasukan muslim yang tak lagi bersiaga kocar-kacir.
Korban berjatuhan. Muhammad terdesak hingga mundur ke puncak bukit. Ia
sempat terperosok ke dalam lubang jebakan, namun diselamatkan Ali serta
Talha anak Ubaidillah. Tokoh Qurais, Uthba bin Abi Waqas, melemparkan
batu ke muka Muhammad. Dua keping lingkaran topi baja terputus dan
menyobek pipi serta bibir Muhammad. Wajah Sang Rasul pun berdarah-darah.
Panah terus menghujani Muhammad.
Namun Abu Dudjana menggunakan punggungnya sebagai perisai untuk
melindungi Rasul itu. Saad bin Abi Waqas membalas serangan panah
tersebut. Muhammad ikut menyiapkan anak panah bagi Saad. Tak lama
setelah itu, kabar kematian Muhammad pun menyebar. Kaum Qurais
bersorak-sorai. Dalam keadaan letih mereka pun meninggalkan Uhud untuk
kembali ke Mekah. Abu Bakar dan Umar -yang tak mengetahui keberadaan
Muhammad-tertunduk lesu. Anas bin Nadzr, yang juga menyangka Rasul
meninggal, kemudian mengamuk. Ia menyerang Qurais habis-habisan sampai
tubuhnya hancur nyaris tanpa dapat dikenali lagi.
Namun, masih ada satu dua Qurais
yang memburu Muhammad. Ubay bin Khalaf berhasil menemukan tempat
istirahat Muhammad. Ubay belum sempat mengayunkan pedang tatkala
Muhammad berhasil menyambar tombak Harith anak Shimma, dan
menghunjamkannya. Ali kemudian membasuh muka Muhammad yang
berdarah-darah. Abu Ubaida mencabut pecahan besi yang menembus wajah
Muhammad, sehingga dua gigi Rasul itu tanggal.
Mereka semua kemudian salat
dzuhur berjamaah sambil duduk. Rasulullah menjadi imamnya. Senja hari,
mereka tertatih-tatih menuruni bukit, menghampiri satu demi satu kaum
Muslimin yang menjadi korban, lalu memakamkan mereka. 70 orang telah
syahid.
0 komentar:
Posting Komentar